Dibiayai Negara, MAKI Berharap Kejati Kepri Tunjukkan Teladan Yang Baik

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

JAKARTA | Warta Rakyat – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri menghadiri sidang praperadilan atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna yang akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Jumat (4/10) besok.

Pasalnya, Kajati Kepri sebagai Termohon I tidak menghadiri sidang pertama yang digelar pada Jumat (20/9/) lalu.

Sebagai aparat penegak hukum, Boyamin meminta Kajati Kepri memberikan contoh yang baik dengan menghadiri sidang sebagai upaya penegakan hukum.

“Kalau Kajati Kepri tidak juga hadir pada sidang kedua ini, saya akan meminta Hakim tetap melanjutkan sidang tanpa dihadiri para tergugat termasuk Kajati Kepri atau dikenal istilah sidang Verstek,” kata Boyamin di Jakarta, Kamis (3/10).

Menurutnya, sangat ironis Kajati yang digaji negara justru enggan menghadiri sidang praperadilan tersebut. Sementara MAKI mewakili kepentingan publik dan sebagai penggugat justru selalu menghadiri sidang dengan biaya sendiri.

“Ini yang ironis, mereka (Kejati) seharusnya hadir karena dibiayai oleh negara,” tegasnya.

Jika absen dalam sidang, kata Boyamin, berarti Kajati Kepri mengabaikan kesempatan untuk membela diri.

“Kalau para tergugat tidak hadir termasuk Kajati Kepri,  sebaiknya hakim tetap melanjutkan sidang demi kepastian hukum terhadap perkara korupsi ini,” tutur Boyamin.

Selain itu, Boyamin juga mengaku prihatin melihat ketidakpastian status hukum para tersangka kasus korupsi tersebut. Sebab, kata dia, proses hukum terhadap lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka sejak dua tahun lalu, masih terkatung-katung di Kejati Kepri.

“Lantaran tidak melanjutkan kasus ini ke penuntutan di pengadilan, berarti pihak Kejati Kepri melanggar banyak undang-undang, Pasal 50 KUHAP dan termasuk Konvensi/Peraturan PBB,” ungkapnya.

Dalam sidang sebelumnya, Kajati Kepri sebagai termohon I tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Sedangkan KPK sebagai termohon II tidak hadir dan meminta sidang ditunda selama dua pekan. Begitu juga BPK Perwakilan Kepri sebagai termohon III tidak hadir. Sementara Pandapotan mewakili BPKP Kepri selaku termohon IV hadir memenuhi panggilan sidang.

Lantaran para termohon tidak lengkap hadir, hakim tunggal Guntur Kurniawan terpaksa menunda sidang.

“Sidang terpaksa ditunda karena para termohon tidak lengkap hadir. Sidang berikutnya akan diadakan tanggal 4 Oktober 2019,” katanya.

Guntur menegaskan pihaknya akan kembali mengirimkan surat panggilan kepada Kajati Kepri untuk menghadiri sidang praperadilan pada 4 Oktober 2019.

“Kami akan panggil kembali Kajati,” tegasnya.

Boyamin Saiman selaku pemohon mengaku kecewa atas ketidakhadiran Kajati Kepri dalam sidang. Selaku penegak hukum, menurut dia, Kajati memberikan contoh yang tidak baik terhadap penegakan hukum.

“Sebaliknya, kejaksaan biasanya suka melakukan upaya paksa terhadap pihak-pihak yang tidak hadir dalam pemeriksaan perkara. Giliran mereka (kejaksaan) yang mau diproses hukum, mereka tidak mau hadir,” ujarnya.

Itu sebabnya, Boyamin meminta hakim PN Tanjungpinang melakukan upaya paksa agar Kajati Kepri dapat hadir dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 4 Oktober 2019 dalam bentuk sidang kedua tetap dilanjutkan meski Kajati tidak hadir.

Sebelumnya, Boyamin mengajukan gugatan praperadilan ke PN Tanjungpinang atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna. Boyamin mendaftarkan gugatan praperadilan atas mangkraknya penanganan perkara korupsi tunjangan perumahan DPRD Natuna di PN Tanjungpinang pada Rabu (28/8). Gugatan itu didaftarkan dengan nomor registrasi 3/Pid.Pra/2019/PN Tpg.

Kasus korupsi tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 mencapai Rp7,7 miliar. Menurut Boyamin, penanganan kasus tersebut sudah dua tahun menggantung di Kejati Kepri.

“Padahal, dalam proses penyidikan yang dilakukan sejak 2017 lalu, Kejati Kepri telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli,” ungkapnya.

Kemudian, kata Boyamin, Ketua DPRD Natuna periode 2009– 2014 Hadi Chandra, termasuk Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 Syamsurizon yang juga pernah menjabat sebagai Ketua tim TAPD serta Makmur selaku Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.

Dia menjelaskan, kelima orang tersebut ditetapkan jadi tersangka setelah tim penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) di bawah pimpinan Kajati Keptri yang saat itu dijabat Yunan Harjaka, menyebutkan telah menemukan adanya alat bukti yang cukup dalam proses pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna sejak 2011-2015.

Pemberian tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna itu dialokasikan dari APBD Natuna sejak 2011-2015.

“Pemberian tunjangan itu tanpa menggunakan mekanisme aturan serta tidak sesuai dengan harga pasar setempat, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp7,7 miliar,” jelasnya.

Lebih jauh Boyamin menyatakan, pihaknya sangat berkepentingan untuk membantu negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam bentuk menggugat praperadilan perkara yang mangkrak, termasuk perkara yang ditangani Kejati Kepri.

Penulis : Raymon
Editor.   : Frengki

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.