Mangrove, Ekosistem yang Mulai Memprihatinkan

Penulis : Lastrina Marbun
Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji

Mangrove merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya perikanan. Mangrove juga memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi pantai dari gelombang dan angin, mencegah abrasi pantai, angin taufan, tsunami, sebagai tempat habitat atau pemijahan (spawning ground) berbagai jenis biota, penyerab limbah, pencegah intrusi air laut dan sebagainya. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan, perairan mangrove juga merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan dan pembesaran anak. Fungsi ekonomis hutan mangrove diantaranya sebagai penyedia kayu bakar, daun-daun untuk obat, bahan bakar, alat penangkap ikan, bahan baku kertas dan sebagainya.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi maritim yang memiliki panjang garis pantai 2.367,6 km dengan luas wilayah 251.810 km2. Di mana sekitar 96% merupakan lautan dan 4% berupa daratan yang berupa gugusan pulau yang berjumlah 2.408 buah pulau. Kota Tanjungpinang merupakan salah satu kota yang memiliki potensi mangrove dengan luas 1.300 ha yang terdiri dari 6 jenis mangrove yaitu Rhizophora sp., Bruguire sp., Sonneratia sp., Avicennia sp., Xylocarphus sp, dan Ceriopps sp. Namun lebih dari 100 ha diantaranya rusak akibat penebangan dan penimbunan untuk pemukiman dan industri.

Salah satu daerah yang memiliki hutan mangrove terdapat di pulau Dompak yang merupakan pulau kecil di Tanjungpinang yang memiliki potensi sumberdaya mangrove cukup luas, dimana dari seluruh total ekosistem mangrovenya seluas 305,53 ha atau 27,6% dari luas keseluruhan.

Keberadaan mangrove yang ada di kawasan pulau Dompak memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat mencari ikan, kepiting, udang dan biota laut lainnya.

Manfaat ekosistem hutan mangrove di Pulau Dompak terdiri dari manfaat langsung berupa hasil hutan, penangkapan ikan, kepiting, udang dan gongong. Manfaat tidak langsung berupa penahan abrasi dan manfaat pilihan berupa nilai keanekaragaman hayati. Nilai manfaat ekonomi total hutan mangrove di pulau Dompak adalah sebesar Rp 88.257.253.176.20 per tahun atau sebesar Rp 169.725.486.88 per hektar per tahun, terdiri nilai manfaat langsung sebesar Rp 53.131.453.176.20 per tahun (60,20%), nilai manfaat tidak langsung diperoleh sebesar Rp 35.040.000.000 (39,70%), dan nilai manfaat pilihan sebesar Rp 85.800.000 (0,10%)
Namun, sampai saat ini belum ada kegiatan ekowisata di desa tersebut. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan yang cukup pesat di kota Tanjungpinang khususnya di pulau Dompak sebagai salah satu kawasan pengembangan pusat kota, menyebabkan terjadinya konversi lahan mangrove secara besar-besaran yang diubah menjadi kawasan perkantoran, perumahan, pembangunan jalan dan infrastruktur penunjang lainnya. Beberapa kawasan mangrove telah mengalami kerusakan yang memprihatinkan.

Pertambahan penduduk yang cepat dan semakin meluasnya kawasan yang dibangun mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan. Hutan mangrove di Kota Tanjungpinang dengan cepat menjadi semakin menipis yang diakibatkan oleh aktivitas manusia yang berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan kawasan tersebut seperti terjadi bencana banjir, berkurangnya lahan hijau, pencemaran akibat limbah detergen dan limbah plastik juga menyebabkan matinya tumbuhan mangrove.

Alih fungsi lahan hutan mangrove semakin bertambah luas baik yang dilakukan oleh pengusaha, perorangan maupun kelompok. Hal ini berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat daerah pesisir seperti terjadinya abrasi, biota perairan seperti ikan semakin berkurang, serta terjadi pendangkalan daerah pesisir. Pembukaan lahan dengan melakukan penebangan pohon mangrove tentunya mengurangi jumlah pohon mangrove sehingga kerapatan mangrove menurun.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, umumnya kerapatan mangrove yang berdekatan dengan pemukiman masyarakat sangat rentan akan kerusakan berupa penurunan tingkat kerapatannya. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KepmenLH) No. 201 Tahun 2004 tentang Tingkat Kerusakan Mangrove dibedakan menjadi 3 kelas persen tutupan dan kerapatan yakni <50% termasuk persen tutupan jarang, >50% – <75% termasuk sedang, >75% termasuk sangat padat, dan <1000 kerapatan jarang, >1000-<1500 kerapatan sedang, >1500 kerapatan sangat padat.

Masyarakat pesisir memegang peranan penting dalam konservasi, untuk itu perlu adanya penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat pesisir khususnya Kota Tanjungpinang dan juga perlu dilakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yaitu pemaparan edukasi kepada masyarakat terkait fungsi dan manfaat dari ekosistem mangrove, dampak terhadap kehidupan apabila ekosistem mangrove semakin berkurang, dan upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah berkurangnya ekosistem mangrove.

Upaya-upaya pengelolaan ekosistem mangrove untuk menjamin kelestarian perlu dilakukan secara terencana dengan cara pengelolaan mangrove secara berkelanjutan yaitu dengan dijadikannya sebagai salah satu tempat ekowisata. Nilai indeks kesesuaian wisata mangrove di kelurahan Dompak masuk dalam kategori sesuai.

Penilaian ekonomi dari ekosistem hutan mangrove di pulau Dompak perlu dilakukan sehingga dapat memberikan gambaran tentang nilai ekonomi ekosistem mangrove di pulau tersebut, serta dapat dirumuskan strategi pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan aspek fungsi dan peran mangrove. Selain itu, perlu dilakukan kegiatan penanaman pada daerah ekosistem mangrove yang telah mengalami kerusakan sebagai upaya rehabilitasi kawasan tersebut, serta kegiatan lain yang menunjang pelestarian daerah pesisir.

Kolaborasi antara akademisi, masyarakat, pemerintah, media massa, sekolah dan perusahaan sangat diperlukan dalam menjaga kelestarian kawasan mangrove. Di mana sekolah memegang peran dalam membentuk karakter bangsa terkait hak, jangkauan dan keluasan pengetahuan dalam menanamkan karakter baik pada siswa, akademisi berperan dalam mengkonsep, mengkaji, dan sebagai inisiator dalam menjaga lingkungan, masyarakat sebagai subjek sekaligus target usaha konservasi, pemerintah sebagai otoritas pembuat kebijakan dan eksekutor utama, dan media masa sebagai pembentuk opini publik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.