Fenomena laten politik uang “Serangan Fajar” pada setiap kompetisi di Republik ini sepertinya tidak terhindarkan, dan sudah menjadi tradisi mendarah daging pada setiap elemen.
Awal mula terjadinya serangan fajar sudah terbilang cukup lama. Hal itu terjadi ketika Thomas Stanford Raffles memberlakukan sistem pemilihan kepala desa dalam Staatblad No. 490 juga memuat aturan yang disebut IGOB (Inlandsche Gemeente Ordonnantie Biutengewsten), yang mengatur regulasi pemerintahan desa.
Aturan tersebut mengatur tentang aturan baru yang memuat wewenang pemerintah desa serta aturan terkait dengan susun organisasi termasuk tata tertib beserta aturan hukum lainnya.
Ini merupakan hal yang dilakukan pada saat itu adalah dengan memilih orang kepercayaan dari pemerintah belanda.
Sekelumit referensi tersebut membuat tersentaknya penulis untuk menghubungkan pada Pilkades Serentak Kampar 2019, nampaknya juga tidak bisa dihindarkan dari politik uang “serangan fajar”. Sebab masih segar dalam ingatan sejumlah pemilih pada perhelatan akbar Pemilu 2019 yang baru saja kita lewati.
Sebagai contoh kita lihat lokusnya pada salah satu Desa pada Pileg 2019 dengan politik uang yang nyata dan bagaikan masyarakat menutup mata akan hal tersebut, satu suara dimana dihargai Rp 100- Rp 200 ribu.
Ini akan tertanam pada pikiran dan alam sadar Pemilih pada perhelatan Pilkades kali ini.
Dari gambaran diatas, penulis mencoba membuat estimasi bagi para Calon dan Pendukung yang akan bertarung adu kekuatan uang dan simpatisan.
Sebuah contoh pada salah satu desa, sebut saja nama desanya “Desa Naumbai”. Dimana daftar DPT pada Pileg dan Pilpres 2019 lebih kurang 1.268 pemilih, dengan jumlah TPS 4 (empat) dan partisipasi pemilih pada saat itu lebih kurang 98%.
Data diatas sangat bermanfaat dalam mengatur strategi tim pemenangan dengan kandidat 5 orang calon kades.
Jika kita berbicara politik uangnya, maka dalam rangka mencari “aman” Tim Sukses harus mengamankan pemilih minimal 500 suara. Jika dikalkulasi dengan terendah saja Rp 100 ribu, maka sudah pasti sang calon kepala desa akan mengeluarkan uang total Rp 50 juta.
Dan jika perang tarif terjadi antar kubu Tim Pemenangan bisa saja angka tersebut naik menjadi Rp 200 ribu, bahkan sampai Rp 300 ribu per suara maka sudaha mencapai ratusan juta rupiah.
Ini baru merupakan persiapan untuk “serangan fajar”. Belum lagi hitungan akomodasi tim pemenangan, tim sukses dan belanja yang tiada terduga dari awal perhelatan Pilkades hingga usai pencoblosan.
Padahal infomasi yang didapat penulis gambaran, gaji dan pendapatan seorang Kepala Desa jika ditotal dengan segala tunjangan hanya berkisar lebih kurang Rp 6 juta.
Ditambah lagi pemasukan dari segala tindak tanduk dalam penanganan proyek APBDes, ADD dan Anggaran lainnya yang dianggap Sah serta biaya operasional kantor dan segala alat tulis kantor.
Penulis: Muhammad Yasir, S.Sos