Destinasi Wisata Kuliner Di Kawasan Ganet Tanjungpinang Dengan Konsep Ecoprenuership

Totok Haryanto, S.E.,M.M

Oleh : Totok Haryanto, S.E.,M.M

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, menerangkan bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) masuk dalam kelompok usaha mikro. Usaha mikro berdasarkan pasal 6 ayat (1) memiliki definisi sebagai aktivitas produktif yang dimiliki oleh perorangan dan/ atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
Pedagang kaki lima sebagai sebuah komunitas atau paguyuban pedagang, yang pada umumnya melakukan kegiatan berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk menggelar dagangannya atau gerobaknya di pinggir perlintasan jalan raya.
Agustinus, T. Hasiholan (2010) dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menjelaskan sejak masa penjajahan kolonial, peraturan pemerintahan telah mengatur setiap jalan raya yang dibangun perlu menyediakan sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki. Lebar ruas yang digunakan untuk sarana para pejalan kaki atau trotoar ini adalah lima kaki atau sekitar 1,6 meter. Pemerintahan pada waktu itu juga mengatur agar sebelah luar dari trotoar diberi ruang yang cukup lebar atau berjarak dari lokasi rumah penduduk. Ruang ini untuk dimanfaatkan menjadi taman bermain sekaligus berfungsi sebagai penghijauan dan resapan air.

Seiring dengan berjalannya waktu tempat atau ruang yang lumayan lebar itu kemudian dipakai para pedagang menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli yang membeli dagangannya. Lama-kelamaan banyak pedagang kaki lima yang menggunakan areal trotoar yang lebar ruas lima kaki sebagai tempat berjualan, sehingga mampu memikat para pejalan kaki yang lewat untuk membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat.

Berawal dari kondisi tersebut, Pemerintahan Kolonial Belanda menamakan mereka sebagai Pedagang Lima Kaki (PKL).

Pada saat ini di sepanjang jalan ganet yang lokasinya tidak jauh dari Bandara Raja Haji Fisabillilah Tanjungpinang telah mengalami perubahan yang sangat pesat bak pesona baru dari perkembangan pembangunan di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Dengan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat dan dengan pembangunan perumahan dari pihak pengembang yang sangat masif telah menyulap kawasan yang tempo dulu masih sangat sepi, sekarang sudah menjadi kawasan produktif dengan perputaran perekonomian yang cukup baik di kalangan masyarakat terutama level bawah dan menengah. Jika dulu kita mengenal kawasan jalan bintan sebagai pusat perbelanjaan berbagai produk kuliner dan lainnya, nampaknya secara bertahap fenomena itu mulai bergeser ke kawasan jalan ganet Tanjungpinang. Masyarakat kawasan Km. 11 yang kreatif dan memiliki kemauan kerja (tidak ingin menganggur) mulai memberanikan dirinya menjadi pedagang kaki lima. Dengan berprofesi sebagai pedagang kaki lima mereka mulai merasakan dapat membantu perekonomian rumah tangga terutama adanya dampak akibat pandemi covid-19. Di kota-kota besar lainnya keberadaan pedagang kaki lima ini identik dengan masalah kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan, karena kelompok pedagang ini memanfaatkan trotoar dan fasilitas umum lainnya sebagai media berjualan. Namun bagi sekelompok masyarakat, pedagang kaki lima justru menjadi solusi untuk mendapatkan produk kebutuhan mereka sehari-hari. Dengan istilah lain pada satu sisi kehadiran pedagang kaki lima dinilai dapat menimbulkan berbagai masalah perkotaan, namun di sisi lain mereka memiliki manfaat ekonomi bagi sebagian masyarakat.

Menurut Pena (1999) dalam Agustinus, T. Hasiholan (2010) mengemukakan terdapat tiga pilihan mengatasi PKL; 1) negara harus menjadi kunci dalam mengatur pedagang kaki lima, karena keberadaan negara sangat penting dalam proses pembangunan; 2) organisasi pedagang kaki lima dibiarkan untuk terus mengatur kegiatan mereka sendiri; 3) menyarankan pemerintah dan pedagang kaki lima untuk menegosiasikan ruang-ruang aksinya (lokasi usaha).

Pedagang kaki lima masih terus menjadi masalah yang cukup rentan dalam kehidupan masyarakat yang tidak pernah selesai dari waktu ke waktu apabila tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah bersama masyarakat sekitar. Namun sampai sejauh ini keberadaan pedagang kaki lima di jalan ganet Tanjungpinang memang masih terbilang kondusif, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pada masa yang akan datang juga akan menimbulkan masalah baru seperti halnya dengan daerah lainnya yang tumbuh dan berkembang menjadi kawasan perkotaan. Untuk mengatasi dampak negatif yang diakibatkan oleh keberadaan pedagang kaki lima, dibutuhkan kesamaan pemahaman dan kesadaran kuat antara pemerintah daerah dengan pihak pedagang kaki lima sendiri. Artinya, sikap dan tindakan pemerintah sudah semestinya terus berperan sebagai pembina dan pendamping atas keberadaan pedagang kaki lima dan lebih bertindak persuasif pada saat menyelesaikan permasalahan, demikian sebaliknya para pedagang kaki lima khususnya di kawasan jalan ganet Tanjungpinang harus memiliki kesadaran dalam menentukan lokasi usaha dengan tidak mengesampingkan kepentingan masyarakat banyak terhadap fasilitas umum. Pedagang Kaki Lima (PKL) kawasan ganet Tanjungpinang perlu juga ditanamkan konsep ekopreneurship (berwawasan ekologi/ lingkungan) seperti misalnya menjaga kebersihan lokasi usaha dari sampah dan tetap menjalankan protokol kesehatan pandemi covid-19. Disamping itu, peranan pengusaha/ perusahaan besar untuk memiliki kepedulian dalam memberikan dukungan modal ataupun kemitraan, juga sangat diperlukan guna pengembangan usaha. Proses pemahaman inilah yang perlu dirumuskan dan diimplementasikan dalam suatu strategi kebijakan penanganan pedagang kaki lima, sehingga dapat memenuhi tujuan/ keinginan semua pihak. Dengan kesadaran ramah lingkungan, ke depannya kawasan ganet akan memiliki peluang untuk terus berkembang menjadi destinasi wisata kuliner masyarakat lokal maupun pendatang dan sekaligus akan mampu meningkatkan perekonomian rumah tangga pedagang dan masyarakat sekitar pada umumnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.