JAKARTA | Warta Rakyat – Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas dengan tegas menolak revisi UU KPK. Busyro pun menyebut Jokowi membodohi publik dengan revisi UU KPK ini.
“Ada kontinuitas. Revisi UU itu sejak zaman SBY, lalu Jokowi, ditunda. Kalau SBY disetop. Jokowi ditunda. Ditambah lagi revisi UU yang ekstrakilat. Presiden ini masih tega-teganya main-main seakan-akan membodohi publik. Seakan-akan publik itu bodoh. Ini cacat melekat pada seorang pemimpin,” kata Busyro kepada wartawan seperti dilansir detikcom, Minggu (15/9/2019).
Baca juga: Save KPK Adalah Save Indonesia, Selamatkan KPK Sekarang!
Busyro menilai revisi UU KPK ini merupakan upaya pembunuhan lembaga antirasuah itu. Dia pun khawatir revisi UU KPK ini sebagai bayaran Jokowi kepada pihak-pihak yang berjasa menghantarkannya ke kursi Presiden RI.
“Dia lebih mencerminkan suara di sekitarnya. Yang mengkhawatirkan kalau suara itu ditentukan oleh kelompok yang berjasa besar di karirnya di periode pertama dan kedua. Nah, sekarang nagih bayaran. Bayarannya KPK ini,” ujarnya.
Menurut Busyro, poin-poin yang diajukan Jokowi dalam revisi UU KPK, seperti dewan pengawas, ditunjuk presiden hingga pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) justru berakibat kematian KPK. Sebab, poin-poin itu berisiko menghilangkan independensi KPK sebagai lembaga antirasuah.
“Lebih dari pada pelemahan. Supaya bangsa Indonesia itu akrab dengan yang lugas-lugas tidak samar-samar seakan-akan santun. Saya mengatakan pembunuhan. Pembunuhan. Lugas kan. Situasinya cocok saya untuk menggunakan kata itu daripada pelemahan. Sebab, kalau isinya pelemahan presiden itu menolak pelemahan dengan menolak pasal-pasal yang diajukan oleh DPR itu tapi tiga poin itu setelah kita baca, diteliti KPK sendiri, diteliti teman-teman itu sama saja masih mengandung unsur yang akibatnya pembunuhan KPK,” papar Busyro.
Baca juga: KPK Menderita! Pak Jokowi, Belum Terlambat Tarik Surpres Revisi UU KPK
Lebih lanjut, Busyro mengatakan revisi UU KPK simultan dengan pembentukan Pansel Capim KPK yang menurutnya hasilnya amburadul. Dia menyayangkan terpilihnya Irjen Firli yang merupakan polisi aktif sebagai Ketua KPK.
“Yang hasil dari pansel KPK itu amburadulitasnya kelewat batas. Tapi itu tanggung jawab presiden selaku pembentuk dan penanggung jawab.
Nah, karena ini bersamaan, simultan, maka baru kali ini KPK itu dipimpin oleh polisi aktif. Dulu Pak Bibit itu sudah pensiun dan bukan Ketua KPK. Baru kali ini. Pak Ruki, Plt. Nah, pertamanya itu Pak Ruki memang, tapi sudah pensiun lho. Yang periode pertama. Dan polisi ketika itu kan konteksnya beda dengan sekarang ini. Sekarang polisi sama-sama kita ketahui lah,” katanya.
Saat ini, revisi UU KPK sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Poin-poin dalam revisi UU itu dikhawatirkan melumpuhkan KPK, dari penyadapan harus seizin dewan pengawas hingga kewenangan penghentian kasus.
Sumber: detikcom
Editor. : frengki