BINTAN | WARTA RAKYAT – Komisi II DPRD Bintan meninjau Farm Japfa Tirta Madu PT Indojaya Agrinusa di Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya sebagai tindak lanjut dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait keluhan masyarakat mengenai bau limbah dan lalat dari peternakan ayam, Kamis (13/3/2024).
Sebelumnya, warga RT18 RW 5 Desa Toapaya Selatan menolak pembangunan kandang ayam milik Japfa PT Indojaya Agrinusa karena dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan mereka.
Ketua Komisi II DPRD Bintan, Suprapto, menegaskan bahwa pihaknya terus memantau perkembangan terkait pembangunan Farm 2, 3, dan 4 milik PT Indojaya Agrinusa. Saat ini, proses pembangunan farm tersebut dihentikan sementara sambil menunggu penyelesaian perizinan yang diperlukan.
“Kami telah mengecek kondisi di lapangan dan memastikan bahwa pembangunan Farm 2, 3, dan 4 dihentikan sementara hingga perizinannya selesai. Selain itu, kami ingin melihat hasil mediasi antara pihak kecamatan, perusahaan, dan masyarakat terkait kondisi serta dinamika yang ada,” ujar Suprapto.
Dari hasil pengecekan di lapangan, ditemukan beberapa hal yang perlu dibenahi oleh perusahaan, termasuk adanya bau yang dirasakan warga.
“Kami meminta pihak perusahaan untuk segera menindaklanjuti dan memperbaiki kekurangan ini,” tambahnya.
Kompensasi untuk Warga Terdampak
Suprapto mengungkapkan bahwa terdapat 32 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak dari aktivitas perusahaan. Mengenai permintaan kompensasi sebesar Rp8 juta per KK dari masyarakat, ia menilai perlu adanya pembahasan lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan yang adil.
“Ini adalah investasi jangka panjang, sehingga kedua belah pihak harus sama-sama diuntungkan. Tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan,” tegas Suprapto. Ia juga meminta semua pihak untuk tetap mematuhi kesepakatan yang telah dibuat pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) pertama.
Respon Perusahaan
Syaiful, Manager Produksi PT Indojaya Agrinusa, menjelaskan bahwa perusahaan telah memberikan beberapa opsi kompensasi dan program CSR kepada masyarakat terdampak. Namun, hingga saat ini, model CSR tersebut belum mendapatkan persetujuan dari warga.
“Kami sedang menggodok kembali beberapa opsi bersama pihak-pihak terkait. Dari saran Anggota Dewan, kompensasi tidak diberikan dalam bentuk pupuk, melainkan dalam bentuk uang,” terang Syaiful.

Ia menambahkan, perusahaan telah menawarkan kompensasi dalam bentuk nilai penjualan pupuk kandang dari kotoran ayam senilai Rp48 juta untuk dua bulan, yang setara dengan sekitar Rp1 juta per KK per bulan. Namun, karena masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk mengolah pupuk tersebut, pihak perusahaan sedang mencari vendor yang akan mengelola pupuk dan menyalurkan uang kepada warga.
“Kami berharap solusi ini dapat diterima dan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat,” tambahnya.
Komisi II DPRD Bintan dan pihak-pihak terkait akan terus berupaya mencari solusi terbaik agar masalah ini dapat terselesaikan secara adil dan memberikan manfaat bagi semua pihak.