Penulis : Christina Ompusunggu
Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji
Saat ini seluruh dunia menghadapi sebuah permasalahan yang sama yaitu kondisi kesehatan yang tentu berdampak kepada berbagai sektor kehidupan. Tidak ada satu negara pun yang dapat membebaskan negaranya dari wabah covid-19 ini selain dengan bersama-sama satu menuntaskan dan memerangi virus ini.
Baru-baru ini dunia diperlihatkan terhadap apa yang terjadi di negara India bahwa betapa pentingnya protokol kesehatan, sekalipun kebijakan vaksinasi sudah mulai diterapkan itu tidak mampu menjamin bahwa kita sempurna mendapatkan obat dari virus ini.
Belajar dari kasus yang terjadi dari negara tersebut, pemerintah mengantisipasi adanya lonjakan kasus covid-19 di Indonesia terutama dalam hari menjelang Idul Fitri 2021 ini, dengan membuat kebijakan larangan mudik yang berlaku pada (6/5/2021) hingga (17/5/21) mendatang. Keputusan ini diambil karena angka penularan Covid-19 masih cukup tinggi. Masyarakat diminta ikhlas dan menaati aturan. Jangan nekat mudik dan malah membahayakan diri sendiri, karena berpotensi penularan covid-19.
Pelarangan mudik ini dilakukan karena angka penularan corona masih tinggi pasca libur panjang. Sehingga dikhawatirkan akan menaikkan jumlah pasien corona. Menurut data tim satgas covid per tanggal 27 maret 2021, jumlah pasien corona masih lebih dari 4.000 orang per hari. Sehingga total pasien mencapai lebih dari 1,4 juta orang sementara setelah lebaran tahun 2020, jumlah kasus harian corona rata-rata 68-93% per hari. Lonjakan ini yang dikhawatirkan akan terjadi lagi ketika mudik diperbolehkan tahun 2021. Sehingga pemerintah dengan tegas melarang masyarakat untuk pulang kampung saat pandemi.
Melihat hal itu adalah tepat seharusnya bagi kita untuk menaati anjuran pemerintah dengan baik. Namun yang terjadi ada juga masyarakat yang mengakali aturan tersebut dengan mudik sebelum atau setelah waktunya, masyarakat yang mudik menggunakan kendaraan pribadi melalui jalur darat yang mungkin tidak dapat terpantau dalam razia, dsb.
Sebenarnya publik memahami anjuran dari pemerintah namun ada kebingungan yang dialami publik di mana saat pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik, di satu sisi pemerintahan menyatakan bahwa objek wisata diizinkan, sehingga tidak heran jika publik terkadang memilih abai pada kebijakan pemerintah. Kebijakan larangan mudik ini dinilai bertabrakan dengan kebijakan lainnya, publik dibuat bingung akibat adanya kebijakan yang tidak sinkron. Publik melihat kegiatan lain seperti tarawih, buka puasa bersama, objek wisata yang diizinkan dll, seharusnya mudik tidak dilarang asalkan juga tetap melakukan protokol kesehatan yang ketat dan kepala daerah harus tetap memiliki tanggungjawab masing-masing terhadap kebijakan tersebut.
Melarang mudik seakan-akan berkesan tidak kompak dengan kebijakan lainnya, mungkin hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah menetapkan apa membuat kebijakan yang sinkron sehingga publik tidak dibingungkan.
Kepulauan Riau menjadi salah satu daerah yang juga melarang adanya mudik, namun dengan ketentuan yang diatur dalam surat edaran No. 460/SET-STC 19/V/2021, tentang peniadaan perjalanan orang selama bulan Ramadhan dan hari raya Idhul Fitri 1442 hijriah/tahun 2021 dalam rangka pencegahan dan pengehentian penyebaran Covid-19 Di Provinsi Kepulaian Riau. Dengan adanya kebijakan tersebut pemerintah menetapkan sejumlah aturan menyertai kebijakan ini yang wajib dipatuhi untuk mencegah perkembangan covid-19.
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Kepri Tengku Said Arif Fadillah menambahkan poin penting dalam keputusan tersebut yakni peniadaan perjalanan orang untuk sementara waktu bagi masyarakat untuk perjalanan lintas kabupaten/kota dalam wilayah itu. Selain itu, pemerintah juga melarang perjalanan lintas provinsi, serta perjalanan lintas negara pada 6-17 Mei 2021.
Namun, peniadaan perjalanan orang sementara, dikecualikan bagi pelaku perjalanan orang dengan keperluan mendesak untuk kepentingan bekerja/perjalanan dinas, keperluan pengobatan,kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang.
Dalam salah satu poin edaran itu masyarakat wajib melengkapi diri dengan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3×24 jam atau non-reaktif. Atau Rapid Test Antibody/Antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2×24 jam atau mendapatkan hasil negatif Covid-19 pada pengujian GeNose C-19 di pelabuhan sebelum keberangkatan.
Jadi di salah satu contohnya jarak tempuh dari Tanjungpinang maupun Batam ke kabupaten Lingga lebih kurang 4 jam, bahkan jika dihitung dari Tanjungpinang maupun Batam ke pelabuhan pertama di wilayah kabupaten Lingga jarak tempuh hanya sekitar 2 jam. Untuk Lingga baik itu dari Batam ke Lingga maupun Tanjungpinang ke Lingga jarak tempuh jalur laut di bawah ah 4 jam kecuali mungkin ada perubahan cuaca sekali-kali bisa di atas 4 jam. Tentu untuk Lingga kemungkinan tidak menggunakan rapid test maupun antigen jika mengacu pada 4 jam keatas tersebut.
Timbul kepanikan dari masyarakat tentang adanya mudik dengan ketentuan yang diberlakukan tersebut, dengan syarat wajib hasil swab antigen atau GeNose yang menyatakan negatif covid-19 bagi masyarakat dikarenakannya sulitnya untuk mengurus salah satu syarat tersebut. Contohnya di pelabuhan domestik Sekupang Batam banyak aturan yang yang sangat ribet dan informasi yang tidak jelas.
Jadi seharusnya jika memang pemerintah memberlakukan tidak memperbolehkam mudik lokal di Kepulauan Riau seharusnya didukung dengan kebijakan yang juga mempermudah masyarakat dan memberikan arah serta kejelasan yang tepat. Karena masyarakat akan lebih mendukung kebijakan dan anjuran pemerintah tentu apabila langkah yang harus dilakukan juga mudah untuk dijalankan.