Awas Virus Demam Babi, Kementan Perketat Pengawasan

Pemeriksaan dan pencegahan virus demam babi
Pemeriksaan dan pencegahan virus demam babi

TANJUNGPINANG | Warta Rakyat – Kementerian Pertanian lewat Badan Karantina Pertanian (Barantan) terus lakukan upaya pengawasan dan pencegahan masuknya virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika ke Indonesia.

Pasalnya, berdasarkan laporan dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia hampir semua negara di benua Asia  sudah terkena diantaranya Mongolia (Januari 2019), Vietnam (Pebruari 2019), Kamboja (Maret 2019), Hongkong (Mei 2019), Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (agustus 2019), Philipina (Agustus 2019) dan yang terbaru adalah Timor Leste (September 2019).

“Disini kita punya peternakan babi besar, ekspornya tahun lalu mencapai 271.000 ekor, tentunya ini menjadi ancaman serius,” kata Agus Sunanto, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan Jumat (4/10).

Koordinasi tersebut terutama dilakukan guna mengantisipasi  masuk dan tersebarnya ASF tersebut lewat lalulintas orang dan barang baik melalui pelabuhan resmi maupun pelabuhan yang belum diawasi terutama di wilayah Kepulauan Riau dan Selat Malaka.

Barantan menggandeng semua unsur pemerintah pusat dan daerah, bahkan otoritas karantina Singapura dan Malaysia untuk bersama mencegah meluasnya wabah penyakit ASF tersebut.

Menurut Agus, ASF sendiri disebabkan oleh virus DNA genus Asfivirus, familia Asfaviridae dapat berakibat pada kesakitan  dan kematian atau mortalitas pada ternak babi hingga mencapai tingkat 100 persen.

Mewabahnya penyakit ASF di dua berbagai negara saat ini dapat berdampak pada aspek sosial dan ekonomi di Indonesia. Kematian akibat ASF akibat virus (virulensi moderate) 30-70 persen hingga 100 persen dari populasi.

“Angka tersebut tentunya sangat merugikan petani atau peternak kita, juga berakibat fatal untuk nilai ekspor secara nasional,” tegasnya.

Agus menjelaskan, Barantan sendiri melakukan pengawasan lalulintas komoditas pertanian atau media pembawa dan juga makanan sisa dan sampah dari luar negeri di pelabuhan dan bandara yang sudah di tetapkan.

Untuk wilayah Kepulauan Riau sendiri ada tiga unit kerja yang melakukan pengawasan yaitu Karantina Batam, Karantina Tanjung Pinang dan Karantina Tanjung Balai Karimun, yang meliputi wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Tanjung Batu, Moro, Parit Rempak, Sri Bintan Pura, Sri Payung Batu Enam, Sri Bayintan Kijang, Tanjung Uban, Pulau Bulan, Lagoi, Pelantar II, Batu Ampar, Telaga Punggur, Sekupang, Batam Centre, dan Harbour Bay.

“Juga Bandara Raja Haji Fisabilillah, Hang Nadim serta Kantor Pos Tanjung Pinang dan Batam,” tuturnya.

Lanjutnya, penyebaran virus ASF dapat melalui daging, produk olahan daging babi yang diproses dengan pemanasan yang tidak cukup.

Melalui sisa-sisa katering dan sisa makanan bawaan penumpang dan awak kabin dalam alat angkut transportasi internasional baik moda kapal laut ataupun pesawat udara yang diolah dan dijadikan sebagai campuran pakan (swill feeding).

“Virus ASF juga dapat terbawa oleh peternak atau petugas kesehatan hewan yang terkontaminasi seperti sepatu, baju dan lain-lain,” ungkapnya.

Agus menegaskan, upaya pengawasan yang dilakukan Barantan tentu harus di lakukan bersama-sama oleh semua pihak. Oleh karenanya Jamil berharap semua komponen baik lingkup bandara dan pelabuhan, serta Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan juga turut berperan aktif.

“Terutama pintu-pintu yang tidak diawasi, ini sangat beresiko,” ujarnya.

Penulis : Raymon
Editor.   : Frengki

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.