TANJUNGPINANG | WARTA RAKYAT – Di tengah dinamika pembangunan ekonomi nasional yang semakin menekankan pada keberlanjutan dan keadilan sosial, ekonomi syariah tampil sebagai alternatif sistem yang mengintegrasikan aspek spiritual, sosial, dan ekonomi secara utuh. Di Provinsi Kepulauan Riau—yang memiliki kekayaan laut, keberagaman budaya Melayu-Islam, dan kedekatan geografis dengan pusat halal dunia seperti Malaysia dan Singapura—ekonomi syariah tidak hanya relevan, tetapi strategis sebagai motor pertumbuhan baru yang adil dan berkelanjutan (Bank Indonesia, 2021).
Namun, hingga kini, belum ada regulasi daerah yang mengorkestrasi berbagai inisiatif tersebut dalam satu sistem tata kelola yang terpadu. Di sinilah urgensi Perda ekonomi syariah berada: menjembatani potensi lokal dengan sistem nilai global yang relevan (Iskandar & Latifah, 2021).
Atas dasar itu, gagasan untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Ekonomi Syariah di Provinsi Kepulauan Riau menjadi semakin mendesak. Perda ini diharapkan menjadi landasan hukum dan arah kebijakan yang memperkuat ekosistem ekonomi berbasis syariah di semua sektor: keuangan mikro syariah, industri halal, koperasi dan UMKM, wisata halal, hingga pemanfaatan dana sosial Islam seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) secara produktif (KNEKS, 2023).
Dalam substansinya, Perda ini harus mengatur sejumlah elemen kunci. Pertama, penetapan prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah: keadilan (‘adl), transparansi (amanah), kemaslahatan (maslahah), dan partisipasi (syura). Nilai-nilai ini menjadi etika penggerak aktivitas ekonomi yang bukan hanya mencari profit, tetapi juga memperhatikan keseimbangan sosial dan lingkungan (Arifin & Fauzi, 2021).
Kedua, penguatan sektor keuangan mikro syariah. Banyak pelaku usaha mikro di pesisir belum tersentuh oleh layanan perbankan. Perda harus mendorong lahirnya lembaga keuangan mikro berbasis komunitas seperti BMT, koperasi syariah, atau lembaga keuangan desa yang terhubung dengan sistem digital, inklusif, dan halal (Saputri & Fathurahman, 2021).
Ketiga, pengembangan klaster halal maritim. Kepulauan Riau memiliki potensi pengolahan hasil laut, kuliner laut halal, logistik halal, dan wisata bahari Islami. Perda dapat menetapkan kawasan halal (halal zone) dan mendukung rumah produksi halal, sertifikasi halal daerah, dan insentif bagi pelaku usaha yang mengadopsi standar halal (Setiawan & Rachmawati, 2022).
Keempat, optimalisasi dana sosial Islam. Dengan memperkuat sinergi antara Baznas, Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan pemerintah daerah, dana zakat dan wakaf dapat didayagunakan untuk program pengentasan kemiskinan, modal UMKM syariah, dan beasiswa kader ekonomi syariah muda (Rochmah & Wibowo, 2021).
Kelima, edukasi dan kaderisasi ekonomi syariah. Perda harus mendorong integrasi literasi ekonomi Islam ke dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, baik melalui sekolah, pesantren, masjid, maupun platform digital. Generasi muda sebagai socio-preneur harus mendapat peran strategis dalam membangun ekonomi umat (Hafidz & Maulana, 2022).
Keenam, tata kelola kelembagaan. Perda juga harus menetapkan pembentukan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), ini bukan hanya sekedar forum diskusi atau koordinasi, tetapi merupakan lembaga strategis di bawah naungan Gubernur sebagai Ketua Harian, dengan fungsi utama: (i) Menyusun dan mengimplementasikan roadmap ekonomi dan keuangan syariah daerah; (ii) Mendorong integrasi program lintas OPD dengan prinsip syariah (misalnya, industri halal, keuangan mikro syariah, literasi ZISWAF, dan wisata halal); (iii) Menjadi liaison resmi antara pemerintah provinsi dan KNEKS nasional; dan (iv) Mengkoordinasikan data dan informasi ekonomi syariah daerah. (KNEKS, 2023). Pembentukan KDEKS ini juga merupakan amanat dari Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), yang dalam Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa KNEKS mendorong pembentukan KDEKS sebagai mitra strategis di tingkat daerah.
Apa manfaat strategis dari Perda Ekonomi Syariah ini? Bagi pemerintah daerah, Perda menjadi dasar hukum untuk pengalokasian APBD syariah, perencanaan program pembangunan, dan daya saing investasi halal (Sholeh & Hakim, 2020). Bagi UMKM, Perda memperluas akses pembiayaan, pelatihan, dan pasar halal. Bagi dunia usaha, Perda menjadi kepastian hukum dan membuka peluang kemitraan halal di tingkat ASEAN. Bagi masyarakat desa, regulasi ini menghadirkan instrumen pemberdayaan ekonomi yang relevan dan berbasis kearifan lokal (Rohman & Sari, 2020). Dan yang tak kalah penting, Perda akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih inklusif, partisipatif, dan lestari.
Tentu, penyusunan Perda ekonomi syariah harus dilakukan secara partisipatif—melibatkan komunitas, tokoh agama, pelaku usaha, pemuda, dan akademisi. Ia bukan sekadar dokumen hukum, tetapi roadmap perubahan sosial dan ekonomi. Penyusunannya harus berbasis data, inklusi, dan nilai-nilai Qur’ani yang universal.
Perda Ekonomi Syariah bukan sekadar dokumen hukum yang membatasi, tetapi jembatan bagi harapan. Ia adalah ikhtiar untuk menghadirkan ruang-ruang ekonomi yang ramah bagi pelaku usaha kecil, koperasi nelayan, perempuan pesisir, dan generasi muda yang bermimpi membangun negeri dengan cara yang halal dan berintegritas. Ia adalah instrumen untuk menata ulang arah pembangunan — dari sekadar pertumbuhan menuju keberkahan, dari sekadar untung menuju maslahat bersama.
Kita memiliki sejarah kejayaan Kesultanan Melayu yang berlandaskan Islam, budaya maritim yang menjunjung gotong royong, serta kekuatan komunitas yang telah lama bertahan di tengah gelombang zaman. Kini, melalui Perda ini, sejarah dan masa depan bisa bertemu dalam satu pijakan: ekonomi syariah sebagai jalan kemandirian dan keadilan sosial.
Kepulauan Riau memiliki semua syarat untuk menjadi pionir ekonomi syariah maritim di Asia Tenggara. Kita hanya butuh satu langkah berani: menerbitkan Perda Ekonomi Syariah sebagai kompas bersama. Maka semoga kelak, ketika anak cucu kita membaca lembar sejarah ini, mereka tahu bahwa kita pernah mengambil keputusan penting — bukan karena dipaksa zaman, tapi karena digerakkan nurani.
Ditulis oleh : Ary Satia Dharma, S.Sos., M.Si. (Ketua III PW Masyarakat Ekonomi Syariah Provinsi Kepulauan Riau)