BATAM | WARTA RAKYAT – Sekretaris Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepuauan Riau (Kepri) Wahyu Wahyudin meminta gubernur segera menetapkan Upah Minimum Sektoral (UMS) di Kota Batam.
Ia mengatakan, pembahasan UMS sudah terjadi sejak akhir tahun lalu dan masih belum ada keputusan.
“Sudah lebih dari sebulan kita membahas ini, namun belum ada keputusan,” kata Wahyu, menyoroti kebutuhan mendesak untuk penetapan ini.
Meskipun Wahyu Wahyudin bukan mitra langsung Disnakertrans Kepri, namun ia tetap berkomitmen untuk mengawal proses ini hingga tuntas.
Pasalnya, lanjut dia, penundaan ini menghambat peningkatan kesejahteraan pekerja di Batam, sebuah pusat industri yang dinamis.
“Kita bersama-sama berusaha menjaga ekonomi masyarakat Kepri, khususnya di Batam,” ujarnya, menekankan pentingnya upah yang adil untuk mendukung ekonomi lokal dan stabilitas sosial.
Di sisi lain Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, Ramon mengungkapkan kekecewaannya atas lambannya proses tersebut. Menurutnya, Dewan Pengupahan menghindari pembahasan UMS.
“Ini menjadi masalah besar karena saat rapat terakhir, Dewan Pengupahan menyatakan tidak akan ada sidang pleno untuk UMSK,” jelasnya.
Ia menduga bahwa beberapa anggota Disnakertrans Kepri sengaja menghindari diskusi tentang UMS.
FSPMI telah mengusulkan peningkatan UMS di dua kategori kerawanan kerja: sektor menengah naik 1,5% dari Upah Minimum Kota (UMK) dan sektor berat naik 2,5%, berdasarkan UMK Batam 2025. Proposal ini bertujuan untuk penyesuaian upah yang lebih adil sesuai dengan risiko kerja.
Dengan dukungan yang luas dari para pekerja dan serikat pekerja, serta beberapa pejabat pemerintah, masyarakat Batam menantikan tindakan konkret dari Gubernur Ansar Ahmad.
Mereka berharap akan ada resolusi cepat yang akan memastikan keadilan upah dan meningkatkan kesejahteraan untuk ribuan pekerja di kota yang berkembang pesat ini.
