Tim Kuasa Hukum Nilai Puskesmas Sei Jang Tidak Sesuai Prosedur

Tim
Tim Kuasa Hukum korban dari Law Office Pindinia, Sesa Praty Pindina SH, MH (Tengah), didampingi oleh tim Agung Ramadhan, SH (kiri) dan Perwira Lubis SH

TANJUNGPINANG | WARTA RAKYAT – Puskesmas Sei Jang dinilai tidak melaksanakan pelayanan sesuai prosedur dalam kasus seorang bocah berinisial Dio Putra Pratama (13) yang meninggal dunia usai meminum obat dari Puskesmas.

Hal itu diungkapkan oleh Tim Kuasa Hukum keluarga korban Law Office Pindinia, Sesa Praty Pindina SH, MH.

Bacaan Lainnya

Sesa mengatakan Law Office Pindinia telah ditunjuk oleh keluarga korban, sebagai kuasa hukumnya.

Sesa mengatakan, berdasarkan kuasa yang telah diterima, keluarga korban meminta adanya tanggung jawab secara moral dan hukum yang harus dipenuhi khususnya Puskesmas Sei Jang.

Ia menilai bahwa Puskesmas Sei Jang tidak mengacu kepada Keputusan Peraturan Lementerian Kesehatan Nomor HK. 01.07/Menkes/2015/2023 Tentang Pelayanan Kesehatan Yang Terintegrasi.

Sehingga mewajibkan puskesmas untuk mengikuti standar keselamatan pasien. Dalam peraturan itu ada 6 poin. Diantaranya Puskesmas wajib melakukan identifikasi masalah pasien secara benar dan juga memiliki komunikasi yang efektif dan efisien kepada pasien serta keluargannya.

“Agar menghindari dari resiko yang tidak diinginkan kemudian hari,” kata Sesa konferensi pers didampingi oleh tim Agung Ramadhan, SH dan Perwira Lubis SH, Senin (15/7/2024)

Menurutnya, adanya hal seperti ini bisa menjadi pembelajaran untuk semua pihak dan edukasi untuk petugas kesehatan agar, lebih mengetahui hal dan kewajiban masing masing.

Petugas kesehatan wajib menyediakan infrastruktur yang baik demi pelayanan masyarakat.

Selaku kuasa hukum, saat ini pihaknya masih menunggu tes sampel obat Dari Labfor Polri dan otopsi.

“Kami tetap akan menunggu hasil otopsi dari kepolisian,” jelasnya.

Ia mengungkapkam bahwa pihak keluarga korban sudah bercerita bahwa adanya dugaan kelalaian saat proses melayani korban.

Keluarga tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya seperti, ambulance dan juga hasil diagnosa yang diduga dianggap tidak benar yang mengakibatkan kematian.

“Kami berharap kepolisian mampu mendampingi dan melakukan analisa terhadap laporan forensik denga sebaik baiknya. Polisi mampu menyelidiki dan penyidikan yang efektif guna mengungkapkan kebenaran,” tutupnya.

Sementara itu, Agung Ramadhan Sahputra menambahkan bahwa waktu itu orangtua korban ada meminta kepada dokter umum di Puskesmas untuk meminta melakukan cek tensi anaknya.

Hal itu dikarenakan pihak keluarga korban sebelumnya telah melakukan cek tensi kepada anaknya dengan menggunakan alat tensi sendiri yang ada dirumah kakeknya.

Saat dicek ternyata tensi anaknya mencapai 178/ 123, karena itu dari keluarga meminta kepada dokter Puskesma untuk meminta cek tensi.

“Tapi dari dokter mengatakan anak dibawah 15 tahun tidak perlu dicek tensi,” katanya.

Ia menegaskan jika merujuk pada peraturan kementerian kesehatan Nomor HK. 01.07/Menkes/2015/2023 Tentang Pelayanan Kesehatan yang Terintergrasi

“Itu wajib dilakukan cek tensi karena ada 4 klasifikasi, tekanan darah normal, meningkatnya hipertensi tingkat 1 dan hipertensi tingkat 2,” paparnya.

Menurutnya pihaknya fokus hipertensi tingkat 1 dan 2 apabila hasil cek tensi itu masuk tingkat 1 dan 2 itu wajib dirujuk ke dokter spesialis anak, bukan diberi obat itu yang disayangkan.

“Kita bukan menyesali atau menentang takdir. Tapi itu terkait penyelesaian itu yang keliru,” ucapnya.

Ditambah lagi, bahwa pada saat korban kejang-kejang pihak keluarga juga meminta kepada pihak Puskesmas, untuk membawa korban ke Rumah Sakit Angkatan Laut (RS AL).

“Tetapi kunci ambulance tidak ada, itu alasan puskesma,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.