SIMALUNGUN | Warta Rakyat – Wakil Ketua I DPRD Simalungun, Samrin Girsang mengatakan, lembaganya menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun tidak terbuka atau transparan dalam penggunaan dana penanggulangan dampak pandemi COVID-19.
Pasalnya, hingga kini realisasi penyaluran dana refocusing yang disetujui DPRD bersama Pemkab Simalungun sekitar Rp 110,5 Miliar itu tidak diketahui sejauhmana penggunaannya.
“Kita sudah surati secara kelembagaan untuk mempertanyakan sejauhmana penggunaanya. Itu yang kita minta,” ujar Samrin Girsang, Jumat (1/5)..
“Pengelolaan dana COVID-19 itu kan harusnya dibuka dan ditembuskan ke DPRD Simalungun, mengenai rinciannya berapa,” lanjutnya.
Samrin mengungkapkan, pihaknya (DPRD) yang memiliki salah satu fungsi controling sangat kesulitan melakukan pengawasan terhadap sasaran dana pandemi COVID-19.
Sebab, kata dia, hingga saa ini DPRD Simalungun tidak memiliki data berapa jumlah penerima sembako gratis yang notabene bisa meringankan beban warga Simalungun itu.
“Jadi kalau kita melakukan pengawasan, kita tidak ada data. Kan sulit? jadinya kita meraba-raba kan,” kata Samrin, yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Simalungun ini.
“Gimana mekanisme pendataan itu kita nggak tau, karena kita di Simalungun itu tidak dilibatkan. Kalau di daerah lain itu dilibatkan, ada koordinasi,” kesalnya.
Dia menyebutkan, berdasarkan infomasi diperolehnya hampir setengah dari anggaran Rp 110,5 miliar tersebut sudah disalurkan ke lapangan, namun masih banyak warga ditemukan belum menerima sembako gratis.
“Kita terima informasi katanya setengah dari Rp 110,5 miliar itu sudah terpakai, tapi kita lihat dilapangan belum ada tanda-tanda pembagian bantuan selain masker. Apakah mereka sudah membagi sembako, apakah sudah membuat pasar sembako murah kita gak tau,” ujar Samrin, dari Fraksi PDI Perjuangan ini
Selain itu, tambah Samrin, saat ini Pemkab Simalungun sepertinya lebih fokus pembangunan posko dibandingkan penanganan bantuan sosial sembako gratis.
“Bagaimana kita mengawasi, tiba-tiba sudah berdiri ruang isolasi, tiba-tiba sudah berdiri posko COVID-19, padahal itu bukan kebutuhan utama,” pungkasnya.
“Kebutuhan utama adalah bagaimana masyarakat yang terdampak itu bisa dibantu secara ekonomi, karena banyak sekali pengaduan masyarakat kenapa kami nggak dapat, kapan turun sembako gratisnya, kan begitu,” tutupnya.