Penulis : Endri Sanopaka, S.Sos.,MPM
Pengamat Politik/Ketua Stisipol Raja Haji Tanjungpinang
POLITIK itu dinamis. Hari ini berteman dekat, esok bisa jadi berseteru, dan begitu juga sebaliknya. Begitupun dengan kontestasi pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Gubernur beserta Wakil Gubernur dan juga Pemilihan Bupati/Walikota di Kepulauan Riau (Kepri).
Menghadapi Pilkada serentak di Kepri tahun ini, beragam spekulasi bermunculan atas kemungkinan pasangan calon yang akan berkompetisipun. Baik melalui opini publik, status media sosial, pemberitaan, perbincangan kedai kopi, bahkan terawangan paranormal politik.
Semua kemungkinan bisa saja terjadi hingga menjelang pendaftaran di tanggal 16 Juni hingga 18 Juni 2020 nanti. Bahkan sisa satu jam sebelum pendaftaran calon berakhir, masih ada kemungkinan perubahan pasangan calon yang akan diusung jika koalisi yang dibangun belum seirama dalam menentukan pasangan calon yang akan bertarung di Kontestasi Pilkada 23 September 2020.
Mengapa disebut kontestasi? Karena pasangan calon yang akan berkompetisi, selain menampilkan kontes visi dan misi pasangan calon, juga menampilkan popularitas dan elektabilitas dari pasangan calon. Untuk memenangkan kontestasi tentu harus matang perhitungan politik atas pasangan calon yang diusung.
Prediksi pasangan calon menjadi semakin dinamis jika dilihat sejak Gubernur Nonaktif Nurdin Basirun di tahan oleh KPK. Kekuatan politik yang besar di posisi petahana pun beralih ke Isdianto pasca Nurdin kemungkinan tidak bisa ikut Pilkada 2020.
Isdianto yang sampai saat ini masih menyandang status sebagai pelaksana tugas Gubernur berpeluang diusung oleh PDIP setelah memastikan diri sebagai kader mendaftar sebagai bakal calon PDIP.
Peluang Isdianto untuk diusung oleh PDIP berada pada posisi calon wakil gubernur, disebabkan Ketua DPD PDIP Soeryo Respationo hanya memilih untuk dicalonkan sebagai calon gubernur.
Belakangan ini publik Kepri dikejutkan dengan kabar yang beredar, bahwa Isdianto terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit di Singapore karena terjatuh dari sepeda.
Seiring dengan cedera yang dialami, bermunculan spanduk-spanduk yang memberikan dukungan kepada Isdianto berpasangan dengan Hj. Marlin Rudi.
Setelah beliau kembali beraktivitas pasca cedera jatuh dari sepeda, Soeryo sepertinya sudah mengikhlaskan jika kemungkinan Isdianto akan berpisah dan memilih menjadi penantang bagi Soeryo di Pilkada Kepri mendatang, tentunya bukan dengan PDIP.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Partai politik (Parpol) di Kepri hampir semua membuka pendaftaran calon pasangan kepala daerah. Padahal tidak ada satupun Parpol yang dapat mengusung sendiri pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur.
Begitu juga dengan gabungan Parpol, belum ada yang mendeklarasikan diri dan mengumumkan nama pasangan calon secara terbuka. Dengan demikian sulit bagi Parpol untuk dapat mengumumkan pasangan calon, jika koalisi antar Parpol belum terjadi.
Pada Pilkada Provinsi Kepri, jika dianalisis dari jumlah syarat minimal mengusung pasangan calon, maka yang dapat mendaftar harus diusung oleh Parpol dengan jumlah kursi Total sebanyak 9 kursi.
Tidak ada satu partai di DPRD Kepri yang dapat mengusung pasangan calon tanpa melakukan koalisi. Pemilik kursi Dominan di DPRD Kepri seperti PDIP 8 kursi (kurang satu kursi) dan juga Golkar (Kurang satu Kursi).
Dengan kata lain harus berkoalisi dengan parpol lain untuk menggenapkan jumlah kursi menjadi sembilan agar lolos mengusung pasangan calon di KPU Kepri.
Bahkan kemungkinan besar PDIP dan Golkar tidak akan berkoalisi, sebab PDIP sudah didukung oleh PKB dan calonnya Soeryo Respationo sudah ikut proses Uji Kelayakan dan Kepatutan di DPP PKB, maka hampir dipastikan PKB akan mendukung Soeryo.
Bagi mengusung Isdianto-Marlin, diperlukan tambahan jumlah kursi Parpol guna melengkapi Nasdem yang hanya memiliki 6 Kursi saja. Dengan 6 Kursi Nasdem hanya mematok Marlin diposisi sebagai Wakil Gubernur, yang menunjukkan Nasdem kurang percaya diri mengusung Marlin sebagai Gubernur karena pengalaman politiknya yang belum teruji.
Tentu syarat yang harus dipenuhi oleh Isdianto adalah mencari tambahan 3 kursi untuk melengkapi tiket pencalonan di KPU. Isdianto berupaya untuk mengambil posisi sebagai Ketua Partai Hanura Kepri yang memiliki 3 Kursi, sehingga akan melengkapkan tiket pasangan Isdianto-Marlin.
Belakangan ternyata Isdianto gagal mengambil posisi Ketua Hanura, tapi bisa jadi sudah bersepakat bahwa Hanura akan mengusung Isdianto dibawah kepemimpinan Bakti Lubis yang terpilih kembali.
Pasangan yang juga sudah santer dan memiliki akronim IAIN yaitu Ismeth Abdullah Gubernur Kepri pertama dan Irwan Nasir Bupati Meranti dua Periode.
Irwan yang ketua DPW PAN Provinsi Riau memastikan bahwa PAN akan mengusungnya berpasangan dengan Ismeth Abdullah. Hanya saja PAN memiliki dua kursi, dan perlu tambahan 7 Kursi lagi untuk dapat mendaftar di KPU.
Tambahan Kursi tersebut bisa diperoleh dari PKS yang punya 6 Kursi, dan Juga PPP 1 Kursi. Perlu kepiawaian dari seorang Ismeth Abdullah untuk meyakinkan PKS yang dulu pernah mengusungnya di Pilkada Kepri Pertama, dan juga PPP yang punya kursi penentu.
Pasangan ini juga mencoba mengumpulkan dukungan melalui jalur independen, yang mensyaratkan dukungan pemilih sebanyak 122.943 tanda tangan berikut dengan surat pernyataan dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk.
Selanjutnya, data-data tersebut di Input kedalam aplikasi Sistem Pencalonan (SILON) yang disediakan oleh KPU. Adapun berdasarkan informasi yang ada, dua pasangan calon telahpun mengambil username dan password untuk menginput data dukungan calon independen. Pasangan calon independen diluar Ismeth-Irwan, ada nama Zubir Amir-Effendi.
Tidak mudah untuk lolos dalam pencalonan melalui jalur perseorangan. Proses verifikasi menjadi tahapan yang rawan bagi pasangan calon untuk gugur sebelum bertanding, berkenaan syarat dukungan.
Nama lain yang berkemungkinan besar ikut kontestasi adalah Ansar Ahmad, anggota DPR RI Dapil Kepri dari Partai Golkar sekaligus Ketua DPD Golkar Provinsi Kepri.
Ansar Ahmad cukup teruji karena pada Pemilu 2019 yang lalu menjadi caleg terpilih dengan raihan suara tertinggi di Daerah Pemilihan Kepri. Begitu juga dengan raihan kursi golkar sebanyak 8 kursi, maka golkar juga harus berkoalisi dengan parpol lain.
Sebagai partai yang cukup modern dan realistis, maka Golkar akan berpedoman pada hasil survey, sebagaimana yang selalu dilakukan golkar didalam memutuskan nama yang akan diusung.
Beberapa nama memang mendaftar melalui partai golkar, diantaranya Ansar Ahmad, Ismeth Abdullah, Huzrin Hood, Taba Iskandar, dan Raja Shahniar Usman. Golkar akan mempertimbangkan popularitas dan elektabilitas calon berdasarkan hasil survey.
Siapapun yang ditunjuk oleh DPP Golkar, tentu dianggap berpotensi menang menjadi Gubernur Kepri. Posisi sebagai ketua dan pemilik kursi terbanyak, tentu Ansar akan didukung untuk posisi sebagai Gubernur meskipun tentu Ansar akan mengikhlaskan kursi DPR RI nya kepada Caleg peraih suara terbanyak berikutnya.
Posisi wakil akan ditentukan oleh partai koalisinya. Dua parpol yang berpotensi berkoalisi dengan Golkar adalah Demokrat dan Gerindra yang masing-masing punya 4 Kursi.
Koalisi Golkar dan Demokrat di Pilkada Kabupaten Bintan, bisa saja sejalan dengan Pilkada Kepri. Apri Sujadi yang akan berpasangan dengan Robby Kurniawan di Pilkada Bintan, dan tentu Ansar di Provinsi akan berpasangan dengan calon yang diusung oleh demokrat.
Figur yang akan diusung sepertinya belum muncul, karena Apri cenderung untuk bertahan di posisi Bupati Bintan.
Partai yang punya kursi penentu lainnya adalah Gerindra, dimana Ketua DPD Gerindra Kepri H. Syahrul yang juga Walikota Tanjungpinang memilih untuk bertahan melanjutkan tugas sebagai Walikota Tanjungpinang, dan tinggal menunggu perintah DPP Gerindra kemana dukungan Gerindra akan diberikan.
Pilihannya berkoalisi dengan Golkar atau berkoalisi dengan PDIP sebagaimana kemesraan yang ditampilkan oleh PDIP dan Gerindra ditingkat pusat.
Dengan analisa pemetaan politik diatas pasca “Politik Sepeda”, bisa diprediksi akan muncul empat pasangan calon baik melalui jalur partai politik maupun melalui jalur independen.
Prediksi empat pasangan calon tersebut adalah Soeryo yang harus mencari pasangan kembali, Isdianto yang merapat ke kubu Nasdem untuk berpasangan dengan Hj. Marlin Rudi.
Ismeth yang percaya diri akan berpasangan dengan Irwan Nasir, meskipun masih ada kemungkinan untuk berpisah. Kemudian pasangan Ansar Ahmad yang sedang menimbang-nimbang rekan koalisi dan calon wakilnya yang potensial untuk memenangkan kontestasi pilkada 2020, tentu dengan kesepakatan politik dengan partai pengusung dan berkemungkinan bersama demokrat.
Bahkan tidak menutup kemungkinan Ansar Ahmad akan menggandeng Hj. Marlin Rudi dengan koalisi Golkar dan Nasdem, serta pertimbangan representasi Pulau Bintan (Tanjungpinang dan Batam) dan Pulau Batam sebagai basis untuk mendulang suara.
Politik pencalonan akan tetap dinamis, pasca “Politik Sepeda” sampai dengan menjelang pendaftaran di Juni 2020. Ada beberapa momentum, diantaranya momentum puasa bulan Ramadhan yang sering dijadikan ajang safari Ramadhan berikut momentum Lebaran Idul Fitri setelah puasa Ramadhan.
Momentum itu bisa mengubah arah politik parpol dalam mengusung pasangan calon di Pilkada Kepri 2020 kedepan.