Abhan Beberkan Beda Kewenangan Bawaslu dalam Pemilu dan Pilkada

Ketua Bawaslu RI, Abhan (F: Jaa Rizka Pradana)

PADANG | Warta Rakyat Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan membeberkan perbedaan kewenangan yang dimiliki Bawaslu dalam pemilu dengan gelaran pilkada. Perbedaan ini setidaknya membuat pengawas pemilu harus semakin bekerja keras untuk mengulang sukses pengawasan Pemilu 2019.

Dia menuturkan, dalam pemilu kewenangan Bawaslu sangat lengkap. Ada kewenangan penyelesaian proses, sengketa maupun penanganan administrasi yang diberikan oleh UU 7/2017. Namun dalam pilkada, lantaran merujuk UU 10/2016, kewenangan Bawaslu banyak berbeda.

“Ini saya kira yang jadi persoalan,” jelasnya dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Analisa Kedudukan Bawaslu dalam Sengketa Hasil Suara Pemilu 2019 di Padang, Sumatera Barat, Jumat (19/7/2019).

Lelaki kelahiran tahun 1968 ini lantas memberi contoh perbedaan kewenangan administrasi. Dalam UU 10/2016 kewenangan menurutnya hanya sebatas rekomendasi. Terlebih, lanjut Abhan, proses pembuatan rekomendasi dilakukan secara tertutup, dimulai dengan klarifikasi, melakukan kajian, hingga keluar rekomendasi.

Tetapi, sambung Abhan, dalam UU 7/2017 kewenangan Bawaslu di dalam penanganan administratif dilakukan melalui proses yang terbuka, adjudikasi serta outputnya adalah produk putusan.

“Dari sisi hukum, kekuatan putusan dengan rekomendasi itu berbeda. Rekomendasi kekuatan eksekutorial-nya agak lemah. Kalau putusan, kekuatan eksekutorial-lnya jelas, Apalagi di UU disebutkan final dan binding (mengikat),” papar Abhan.

Perbedaan lainnya, sebutnya, soal teknis di dalam penanganan pelanggaran bersifat Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Dia menjelaskan, dalam UU 7/2017 semua jenis pelanggaran bisa masuk kualifikasi TSM, kalau memang memenuhi kualifikasi TSM.

“Penanganannya bisa kita lakukan melalui ajudikasi dan dengan putusannya kita bisa mendiskualifikasi,” katanya.

Namun, dalam UU 10/2016, Abhan melanjutkan, hanya ada satu pelanggaran yang masuk kualifikasi TSM yakni pelanggaran ‘money’ politik. Selebihnya tidak masuk kualifikasi TSM. Dia menilai, akar persoalan ini karena pilkada itu bukan termasuk rejim pemilu.

“Ini beberapa hal yang kita harus berbuat apa agar peran seperti Pemilu 2019 bisa diperankan dalam Pilkada Serentak 2020,” tutupnya.

Sumber: Bawaslu.go.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.