TANJUNGPINANG | Warta Rakyat – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya merilis pengungkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun dan kawan-kawan, Kamis (11/7/2019).
Dalam OTT tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 4 orang tersangka yang diduga sebagai penerima yakni NBA (Nurdin Basirun) Gubernur Kepulauan Riau, EDS (Edy Sofian) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, BUH (Budi Hartono) Kepala Bidang Perikanan dan Abu Bakar (ABK) selaku pihak swasta yang diduga sebagai pemberi suap.
“Setelah melakukan pemeriksaan dan kegiatan lain dilanjutkan dengan gelar perkara maka maksimal 1 x 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Riau 2018-2019,” Ujar Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Basaria Panjaitan kepada sejumlah awak media, Kamis (11/07/2019) malam
Adapun kronologis penangkapan tangan, sambung Basaria, berawal saat pihaknya (KPK, red) menerima informasi akan ada penyerahan uang di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang.
Saat itu tim langsung melakukan pengecekan di lapangan dan diketahui adanya dugaan terjadi penyerahan uang. Dari lokasi tim KPK mengamankan ABK yang notabene pihak swasta di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang sekitar pukul 13.30 WIB. Kemudian tim yang lain pada saat bersamaan mengamankan BUH yaitu Kabid Perikanan pada saat akan keluar dari area pelabuhan tersebut.
Dari BUH tim KPK mengamankan uang sejumlah 6.000 dolar Singapura. Setelah itu KPK membawa ABK dan BUH ke kantor Kepolisian Resort Tanjungpinang untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Di Kepolisian Resor Tanjungpinang, tim KPK meminta supaya 2 orang staf dinas (MSL dan ARH) untuk datang ke Polres Tanjungpinang untuk dimintai keterangan. Kedua orang tersebut hadir sekitar pukul 18.30 WIB.
Secara pararel tim KPK mengamankan NBA di rumah dinas Gubernur Kepulauan Riau di daerah Tanjungpinang pada pukul 19.30 WIB. Dirumah tersebut tim KPK juga mengamankan NWN. Saat itu tim menemukan sebuah tas dirumah NBA dan KPK mengamankan uang sejumlah yaitu 43.942 dolar Singapura kemudian juga 5.303 US Dolar, 5 Euro, 407 Ringgit Malaysia, 500 Riyal dan Rp 132.610.000.
KPK kemudian membawa NBA ke kantor Polisi Resort Tanjungpinang untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Setelah dilakukannya pemeriksaan, 7 orang tersebut dibawa ke gedung merah putih KPK dengan menggunakan penerbangan pada Kamis 11 Juli 2019 pukul 10.35 melalui bandara internasional Raja Haji fisabilillah dan tiba sekira pukul 14.26 untuk menjalani proses lebih lanjut.
Kemudian Basaria Panjaitan yang pernah menjabat Dir Reskrim Polda Kepri ini menjelaskan, adapun konstruksi perkaranya adalah bahwa pemerintah Provinsi Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah yaitu Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) untuk dibahas di paripurna DPRD Kepri.
Keberadaan Perda ini, sambung Basaria, akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah kelautan Kepri. Terkait dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Kepri terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi untuk diakomodir di dalam Perda RZWP3
Kemudian pada Mei 2019, ABK (swasta) mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di daerah Tanjung Piayu Batam untuk pembangunan Resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektar.
Padahal Tanjung Piayu tersebut merupakan area yang memiliki peruntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
Kemudian Gubernur Kepulauan Riau memerintahkan BUH dan EDS untuk membantu ABK (swasta) supaya izin diajukan ABK segera disetujui.
Untuk mengakali hal tersebut, lanjut Basaria, BUH memberitahukan kepada ABK supaya ijinnya disetujui maka ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan kerambah sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya.
Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya. Setelah itu BUH memerintahkan EDS untuk melengkapi dokumen dan data pendukung agar izin ABK segera disetujui. Akan tetapi dokumen dan data pendukung yang dibuat EDS tidak berdasarkan analisis apapun.
“EDS hanya melakukan copy paste dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya,”Ujar Basaria.
Basaria Panjaitan kelahiran Pematangsiantar ini juga mengatakan, NBA diduga menerima uang dari ABK (swasta) baik secara langsung maupun melalui EDS dalam bentuk atau beberapa kali kesempatan dengan rincian sebagai berikut pada tanggal 30 Mei 2019 sebesar 5000 US Dollar dan Rp 45 juta. Kemudian esoknya 31 Mei 2019 terbitlah izin prinsip reklamasi seluas area sebesar 10,2 hektar.
Pada tanggal 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar 6.000 US Dolar kepada NBA melalui BUH Kabid Perikanan Provinsi Kepri yaitu pada saat dilakukan operasi tangkap.
NBA disangkakan menerima suap dan gratifikasi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan EDS dan BUH disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, Abu Bakar (ABK) sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Prengki