PPDB Amburadul, Dewan Minta Pemko Surati Kementerian

Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Simon Awantoko

TANJUNGPINANG | Warta Rakyat – Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara online kini menuai berbagai polemik hingga berujung adanya anak yang tidak melanjutkan sekolah.

Menyikapi hal itu, Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Simon Awantoko meminta Pemko Tanjungpinang agar dapat mencarikan solusi.

“Ada kesan semrawut yang menyebabkan siswa dirugikan, dan potensial tidak melanjutkan pendidikan karena berbagai penyebab,” ujarnya.

Menurutnya, Tanjungpinang belum siap melaksanakan PPDP dengan sistem zonasi karena fasilitas di setiap sekolah tidak sama.

“Ketersediaan kelas dan bangku sekolah apakah sudah memadai? Kalau belum, seharusnya ada kebijakan khusus sehingga dapat menampung siswa,”
katanya.

Semestinya, kata dia, Disdik Tanjungpinang mensosialisasikan kepada masyarakat terkait apa yang harus dilakukan setelah gagal masuk ke salah satu sekolah yang diajukan.

“Ada oknum petugas di sekolah yang malah menyarankan kepada orang tua siswa yang tidak lolos masuk SMPN, mendaftar di sekolah swasta. Ini kan tidak memberi solusi yang tepat,” tegasnya.

Ia mengemukakan sekolah swasta cukup mahal sehingga tidak semua orang tua mampu membiayai putra-putrinya.

“Semestinya sekolah yang ditawarkan SMPN, kecuali memang atas keinginan orang tua tersebut untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah swasta,” katanya.

Minggu lalu Komisi I menggelar RDP, dalam RDP itu diketahui adanya sekolah kekurangan kuota ruang kelas untuk anak lulusan SD ke SMP sebanyak 200 siswa. Ini dianggap menjadi persoalan.

“Kita minta pemko mencari jalan keluar yang mendesak ini dengan menambah rombel di sekolah atau menambah kursi tiap kelas dengan terlebih dahulu menyurati kementrian pendidikan,” kata Simon.

“Kecamatan Tanjungpinang Timur yang menjadi sorotan karena kepadatan penduduk dan siswa sekolah tidak sesuai dengan daya tampung sekolah. Persoalan ini sebenarnya sudah lama dan Pemko terus mencari solusi dengan membangun sekolah-sekolah baru di sana,” lanjut Simon.

“Maksimal satu rombel 32 aturannya, dispensasi bisa dilakukan dengan ijin kementrian. Tiga langkah ini bisa diambil, tambahkan 32 jadi 38 atau maksimal 40, manfaatkan kelas labor untuk sementara jadi rombel dan membuka kelas baru di siang hari pada sekolah yang padat,” ujar Simon.

“Jangan pula kita melanggar aturan yang lebih tinggi wajib belajar 9 tahun bila ada siswa yang tidak bisa sekolah. Kita ikuti aturan yang ada bila sarpras memadai. Ini kan kurang 200 siswa mau dikemanakan?” Kata Simon berang.

Penulis : Beto

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.