
Oleh : Prengki Simanjuntak, S.IP
Alumni Stisipol Raja Haji Tanjungpinang Tahun 2017
Legitimasi Pemilu dan Pilkada belum didukung oleh partisipasi pemilih yang signifikan, dimana partisipasi Tanjungpinang pada pemilu legislatif 2014 sebesar 67,87 % , Pilgub Kepri 2015 menurun menjadi 52,63 %, dan Pilwako Tanjungpinang 2018 sebesar 58,60 %.
Dari paparan diatas, sebagian besar masyarakat belum peduli terhadap proses pemilihan kepemimpinan yang telah digulirkan. Adapun target Pilkada serentak 2018 mencapai 77,05 %.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan skripsi yg berjudul “faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat Tanjungpinang pada Pilgub Kepri 2015” lalu, serta hasil pengawasan yang penulis lakukan selama berlangsungnya Pilwako Tanjungpinang tahun 2018, ada beberapa alasan yang mendorong lemahnya partisipasi pemilih dalam pemilu antara lain, kuatnya pandangan masyarakat bahwa pemilihan/pemilu tidak akan banyak mempengaruhi kehidupan pribadi.
Selanjutnya masyarakat menilai, beberapa kali proses pemilu tidak memberi dampak positif bagi perubahan ekonomi mereka. Hal ini mendorong mereka apatis, termasuk tingkah laku elit politik yang mempertontonkan keteladanan yang tidak baik.
Kasus perilaku abmoral maupun korupsi yang membelit para petinggi partai dan gaya hidup mewah para politisi bisa dikatakan termasuk salah satu faktor menjadikan masyarakat malas ke TPS. Muncul anggapan, pemilu cuma menguntungkan para politisi saja, tapi tidak memberi efek pada mereka.
Memang dari sisi legitimasi pemilu, tinggi rendahnya partisipasi pemilih sendiri tidak akan berpengaruh terhadap hasil pemilu. Tapi hal ini cukup mengganggu kualitas pelaksanaan pemilu.
Penyelenggara pemilu akan dituding tidak bersinergi untuk mendorong partiisipasi pemilih tersebut. Komisioner dinilai gagal mensosialisikan pemilihan umum itu sendiri.
Walau sesungguhnya pengelenggara pemilu seperti KPU dan Panwaslu (sekarang Bawaslu) telah mensosialisasikannya dengan berbagai cara, seperti KPU melakukan sosialisasi dibeberapa tempat dan berbagai metode, baik di mal-mal, radio, termasuk juga mendatangi sekolah- sekolah, tapi masih saja tingkat partisipasi pemilih Tanjungpinnag masih jauh dari harapan.
Berdasarkan hasil research penulis dapat disimpulkan bahwa sebenarnya langkah-langkah mengupayakan dan menyentuh kesadaran masyarakat datang ke TPS sudah dilakukan. Hanya saja kurang maksimal.
Ada beberapa langkah mungkin saja bisa jadi salah satu upaya untuk mendorong pemilih.
Pertama, sosialisasi secara maksimal ke tengah masyarakat. Strateginya bisa mengajak segenap stakeholder untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pemilu.
Kedua, mendorong partisipasi partai politik untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa pemilu merupakan instrumen amat penting dalam menentukan arah pembangunan bangsa kedepan.
Sebab dengan memilih calon yang berkualitas, maka pemimpin yang terpilih bisa diharapkan membawa perubahan kearah lebih baik. Termasuk memberikan keyakinan kepada mereka, tidak selamanya benar juga kalau pemilu tidak memberikan dampak pada perubahan hidup mereka.
Ketiga, mendorong partai politik untuk melakukan pendidikan politik dan mengajak masyarakat ke TPS, tidak hanya kepada pendukung atau konstituean mereka. Sebagai instrumen demokrasi, partai politik bertanggungjawab menghasilkan produk demokrasi yang berkualitas dengan tingkat partisipasi yang tinggi.
Keempat, memudahkan masyarakat untuk memilih. Persoalan yang terjadi selama ini, terdapat sebagian masyarakat ngin memilih, tapi karena tidak mendapatkan surat pemberitahuan (C6) akhirnya membuat mereka malas datang ke TPS. Ketiadaan C-6 seolah masyarakat merasa belum memiliki tiket masuk ke TPS
Kita berharap, keputusan pihak terkait memberikan legitimasi kepada masyarakat yang belum terdaftar sebagai pemilih bagi pemilik non KTP Elektronik agar memberikan kesempatan memilih pada saat pencoblosan. Dengan kondisi in akan menggugah masyarakat untuk berpartisipasi lebih besar.
Kelima, mendorong peran media dalam mensosialisasikan betapa pentingnya berpartisipasi dalam pemilu. Karena peran media sebagai wadah edukatif bangsa sangat diharapkan untuk membantu mensosialisasikan tahapan pemilu dan isu-isu strategis lainnya.
Keenam, memberi stimulus kepada masyarakat yang datang ke TPS, atau menggelar lucky draw dan lainnya. Kemudian memberikan hadiah bagi KPPS yang jumlah partisipasinya paling tinggi, seperti yang yang dilakukan pada Pilgub Kepri 2015 lalu.
Walau ini belum bisa membuktikan keampuhan pendekatan itu, setidaknya masyarakat tergerak untuk datang ke TPS, dan KPPS berupaya mengajak masyarakat untuk hadir. Pemerintah bisa saja menjadi pihak penyedia hadiah seperti yang sudah pernah dilakukan sebelumya.
Jika langkah ini bisa maksimal, setidaknya harapan mewujudkan pemilu 2019 mendatang jadi berkualitas bisa tercapai.
Demikian juga, dalam menjaga hak pilih masyarakat diharapkan mengecek apakah sudah terdaftar dalam DPT. Jika belum, masyarakat datang ke kantor PPS, PPK, KPU serta posko-posko yang ada di Bawaslu.
Mengapa melibatkan Bawaslu? Agar nantinya Bawaslu menyampaikan atau merekomendasikan kepada KPU, sehingga terdaftar sebagai pemilih. Adapun kesempatan perbaikan tersebut hingga 28 Oktober 2018. Ayo sukseskan Pemilu.