Wahyu Wahyudin Pastikan Tidak Ada Warga Pulau Rempang Terzalimi Investasi PT. MEG

Ketua Komisi II DPRD Kepulauan Riau, Wahyu Wahyudin saat dalam pertemuan audiensi bersama tokoh masyarakat dan perwakilan warga Pulau Rempang di Sekretariat Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT), Simpang Pantai Melayu, Rempang, Senin (1/5/2023).

BATAM | WARTA RAKYAT – Ketua Komisi II DPRD Kepulauan Riau, Wahyu Wahyudin beraudiensi langsung ke tokoh masyarakat dan perwakilan warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam.

Audiensi digelar di Sekretariat Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT), Simpang Pantai Melayu, Rempang, Senin (1/5/2023).

Mengawali sambutannya, Wahyu menegaskan bahwa jangan sampai investasi malah menzalimi warga lokal.

 

Politisi PKS itu mengaku mendengar keresahan warga Rempang pasca masuknya PT Makmur Elok Graha (MEG) yang berencana berinvestasi Rp381 triliun di pulau seluas 17.000 hektar itu.

“Jangan ada investasi yang sampai menzalimi. Jangan sampai setelah ada perusahaan investasi sekian ratus triliun tetapi bisa menzalimi masyarakat, buat apa,” katanya.

 

Anggota DPRD Kepri Dapil Bulang, Galang, Nongsa, dan Sei Beduk itu dengan tegas menolak jika investor sampai menggusur bahkan mengusir masyarakat lokal pindah dari kampung halamannya sendiri.

“Seolah-olah ini bukan masyarakat Kepri, bukan masyarakat Batam,” tegasnya.

Wahyu menuturkan bahwa pihaknya tetap mendukung masuknya investasi ke Kepri, namun tetap memperhatikan kesejahteraan warga tempatan.

“Saya terus berjuang bagaimana investasi masuk tapi jangan sampai menzalimi dan jangan sampai tenaga kerjanya dari luar,” tuturnya.

Ketua KERAMAT, Gerisman Ahmad menjelaskan, warga mengalami keresahan pasca masuknya anak perusahaan Grup Artha Graha, PT MEG yang milik Tomy Winata itu.

Salah satu paling meresahkan warga Rempang adalah isu penggusuran kampung dan masyarakat yang telah bermukim turun-temurun di sana.

“Kalau memang kampung tua kampung bersejarah ini dihilangkan, penghinaan sangat besar buat saya,” jelasnya.

Gerisman mengingatkan bahwa warga telah bermukim di Rempang sejak tahun 1800-an, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.

Untuk itu, mereka tegas menolak bila digusur maupun direlokasi dari kampung halamannya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.