
TANJUNGPINANG | WARTA RAKYAT – Kelurahan Melayu Kota Piring, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang memfasilitasi pertemuan warga Kijang Lama untuk menindaklanjuti surat pengaduan Djodi Wirahadikusuma, Rabu (28/4/21) pagi
Pengaduan tersebut terkait pengembalian batas sebidang tanah sebagaimana sesuai sertifikat Hak Pakai nomor 00049 tertanggal 10 Maret 1980, nomor identifikasi bidang (NIB) 05794 dengan luas tanah 51.600 m2 dan telah diubah desa tanggal 10 Desember 2018.
Pertemuan itu digelar setelah sebelumnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tanjungpinang mengirimkan surat perihal pengembalian tanah kepada Lurah Melayu Kota Piring agar mengundang masyarakat di aula Kantor Lurah Melayu Kota Piring Km.7 Kota Tanjungpinang.
Dari informasi yang disampaikan Djodi Wirahadikusuma bahwa sebidang tanah itu belum dilakukan pengukuran ulang bukti pengembalian batas oleh Kantor Pertanahan Kota Tanjungpinang.
Untuk itu, perlu klarifikasi guna meminimalisir opini yang berkembang ditengah masyarakat sehingga tidak menimbulkan konflik.
Pengukuran ulang atau pengembalian batas itu penting karena menyangkut permohonan sertifikat warga Kijang Lama RT 003/RW 005, RT 004/RW 005 dan RT 002/RW 003 sebagaimana usulan kegiatan Prona Kelurahan Melayu Kota Piring tahun 2016 (daftar terlampir) oleh Lurah Melayu Kota Piring Zulkifli E.P S Kom dan dilanjutkan oleh lurah yang baru Balqis Rizky Ananda, S. STP yang mengadakan pertemuan bersama warga dan melakukan Audensi membahas tentang Pengembalian batas tanah sertifikat hak tanah Djodi yang sudah tercatat pada tahun 1980 berlaku hingga tahun 1987.
Maksud dan tujuan pengukuran tanah itu untuk memperjelas batas titik tanah milik warga dengan tanah yang dikuasai Djodi namun dari hasil pertemuan itu masyarakat tidak mau diukur ulang.
Lurah Melayu Kota Piring Balqis Rizky Ananda, S.STP menjelaskan jika permasalahan hari ini adalah permasalahan desakan dari warga terkait lahan yang di klaim oleh pak Djodi Wirahadikusuma yang ada surat hak gunanya. Namun beberapa warga sudah menempati diatas lahan tersebut.
“Lahan yang diklaim oleh Djodi itu ada hak gunanya namun lahan tersebut saat ini sudah ada warga yang menempati,” jelasnya.
Balqis juga mengatakan hingga saat ini masih ada beberapa warga yang belum selesai mengurus Prona dan belum terbit Sertifikat karena terhalang oleh klaim Djodi.
Saat ini, lanjutnya, pengukuran yang diajukan akan dibatalkan dahulu. Sementara pihak kelurahan hanya menerima keluhan dari masyarakat.

“Ada beberapa warga yang Pronanya belum selesai karena belum Sertifikat dan terhalang oleh klaim beliau,” ujar Balqis.
“Atas permintaan masyarakat juga kami mengirimkan surat ke BPN untuk melakukan pengukuran ulang dan warga mana saja yang terkena Prona dari tanah pak Djodi. Pengukurannya sekarang dibatalkan dulu karena sekarang kita menerima keluhan warga terlebih dahulu,” ungkapnya.
Sementara itu, Muarif salah satu warga yang terkena pemulihan tanah saudara Djodi mempertanyakan bagaimana cara Djodi mempunyai Sertifikat pada tahun 1980 itu.
Menurutnya apabila tanah itu kosong selama bertahun tahun dan dikelola oleh orang lain maka sudah ada pengesahan.
Terlebih, kata dia, mereka yang sudah membuat bangunan diatas lahan milik Djodi itu sudah dua kali melakukan pengukuran tanah.

“Semenjak kapan tanah itu atas nama Djodi? mengapa bisa diperpanjang HGB dari tahun 2008? Sementara lahan sudah penuh dengan bangunan pada saat itu, saya sebagai warga sangat tidak setuju karena itu pengusuran. Mereka yang membuat bangunan sudah dua kali melakukan pengukuran tanah, sekarang warga tidak setuju untuk melakukan pengukuran kembali,” terang Muarif selaku Mantan Ketua RW ini.
Dari pertemuan itu pihak Kelurahan mengatakan awalnya masyarakat yang meminta untuk mengirimkan surat kepada BPN agar dilakukannya pengukuran tanah.
Namun saat pertemuan digelar, masyarakat justru menolak untuk melakukan pengukuran ulang.
Sementara, Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Supriyono yang hadir dalam kegiatan ini mengaku permasalahan ini merupakan produk BPN.
Dirinya akan memanggil pihak BPN untuk mencari jalan penyelesaiannya masalah yang sudah hampir 5 tahun itu.
“Jika tetap menolak untuk dilakukan ukur ulang maka bisa dilakukan dengan menempuh jalur hukum,” kata anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Supriyono.
Pewarta : Ilham
Editor : Prengki