Nasib Bayi Malang! 4 Dari 6 Bersaudara Menderita Penyakit Mata, 3 Orang Sudah Meninggal

Husor Gultom dan Delina boru Hutagaol (foto: Istimewa)

SIMALUNGUN | Warta Rakyat – Nasib Malang menimpa keluarga pasangan suami istri (pasutri) Husor Gultom dan Delina boru Hutagaol, warga Desa Sukadame Nagori TIigabolon Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Empat dari 6 orang anak Husor Gultom menderita penyakit mata langka yang sama, 3 diantaranya telah meninggal dunia akibat mengalami bola mata rusak.

Kini Daud Alvaro Gultom (1,5) anak keempat dari enam bersaudara mengidap penyakit seperti ketiga kakanya yang telah dipanggil sang pencipta.

Bayi mungil itu tidak bernasib baik seperti anak-anak pada umumnya. Daud Alvaro Gultom mengidap penyakit mata langka.

Menurut Husor Gultom, saat ini keluarga memperjuangkan kesembuhan mata sebelah kiri Daud yang membengkak dan rusak.

Berbagai upaya telah dilakukan pihak keluarga. Namun, lantaran keadaan keuangan yang kurang beruntung menjadi penghambat untuk mendapat pengobatan yang maksimal.

Kata dia, penyakit yang bersarang ditubuh Daud dan anak-anaknya itu penyakit yang aneh dan jarang terjadi.

“Gejala awalnya hanya mata merah dan mengeluarkan cairan bening, kemudian bola matanya membengkak dan rusak,” kata Husor, Rabu 27 November 2019.

Ia mengatakan, sebelumnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun telah membawa Daud untuk diperiksa ke Rumah Sakit Khusus Mata SMEC Kota Medan dan hasil diagnosa mengalami Retinoblastoma Intra Oculi OS.

Kepada wartawan, Husor Gultom menceritakan kisah malang yang menimpa keluarganya.

Berawal sejak tahun 2014 lalu, anak pertamanya Putri Delima Gultom yang tengah menginjak usia 2,5 tahun mengalami sakit di mata sebelah kirinya.

Lantas Husor kemudian membawa putrinya ke puskesmas. Ia sempat mengira sakit yang diderita anaknya seperti katarak.

“Seperti mata kucing. Di bagian tengah bola matanya bening, jika dipandang bisa tembus ke dalam. Jadi saya bawa ke puskesmas sebulan sekali. Tak mengira akan sampai seperti itu,” katanya, Rabu (27/11).

Selain ke puskesmas, ia juga membawa putrinya ke pengobatan alternatif karena tidak memiliki biaya. Tak lama setelah itu, ia lalu diberitahu temannya untuk mengurus BPJS.

“Baru sehari dipakai, ia meninggal. Saat meninggal mata sebelah kanannya ada benjolan sebesar bola kasti,” ujarnya.

Saat Putri meninggal dunia, anak keduanya Renaldi Gultom sudah berumur 1,5 tahun. Ia juga mengalami gejala yang sama, mata kucing di mata sebelah kirinya.

Dari pengalaman anak pertama membuat Husor sigap dengan langsung membawa Aldi ke rumah sakit.

“Dia kena saat usia 2 tahunan. Langsung dibawa ke rumah sakit, dikemo. Mata kirinya bengkak,” ungkapnya.

Husor Rumanto Gultom (32) ayah dari Daud Alfaro Gultom (1,5) yang menderita sakit di matanya saat menjalani perawatan di RS USU Medan. Foto: Istimewa

Terakhir kali, katanya, Aldi bermain di kolong rumah. Kepalanya terbentur dan benjol. Ia langsung membawanya ke rumah sakit di Medan dan kepala anaknya sempat dironsen. Pada hari H akan dioperasi, dokter menyatakan benjolan tidak bisa disedot.

“Tiga hari kemudian kubawa pulang. Istilahnya daripada meninggal di rumah sakit, lebih baik di rumah. Bisa bersama dulu untuk sementara. Kata dokter sudah menjalar tumornya,” cetusnya.

Setelah Aldi meninggal pada 2015, Husor sekeluarga pindah ke rumah keluarga istrinya di Desa Parhitean, Kecamatan Pintu Pohan, Toba Samosir. Ia berharap, tidak ada lagi anaknya yang sakit.

Namun, kemalangan tidak berhenti menghantui Husor. Sefania Gultom yang berusia 2 tahun juga terkena sakit yang sama.

Ia pun membawanya ke puskesmas dan rumah sakit. Ia juga memutuskan penanganan Sefania dengan pengobatan tradisional. Di tahun 2017, Husor kehilangan anaknya untuk ketiga kali.

Derita Husor belum berhenti. Anaknya yang paling kecil bernama Daud Alfaro Gultom saat ini harus dirawat di rumah sakit. Mata sebelah kirinya diperban karena membengkak diawali dengan mata kucing.

“Mata kucingnya kadang hilang, kadang muncul. Pertama kali muncul saat usia 7 bulan lalu menghilang. Lalu usia 10 bulan muncul lagi,” katanya.

Ia berharap, anaknya bisa sembuh. Kedatangannya ke RS USU tidak lepas dari campur tangan Bupati Simalungun, JR Saragih, yang menyuruh stafnya mengantarkan anaknya ke rumah sakit dan memberikan bantuan Rp 10 juta untuk keperluan selama perawatan.

“Mudah-mudahan ini yang terbaik untuk anak saya. Tanpa orang itu, mungkin sekarang kami belum di sini. Ini rezeki Daud,” pungkasnya.

Penulis : Marolop Gultom
Editor.   : Frengki

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.