Oleh: Andryan Rahmana Riswandi, S.Ag
Tidak semua pahlawan berdiri di mimbar, tidak semua perjuangan disorot cahaya. Sebagian justru berjalan dalam senyap, ditemani luka, air mata, dan doa yang tak pernah putus. Kisah ini adalah tentang seorang Bunda perempuan luar biasa yang keteguhan hatinya layak menjadi teladan bagi siapa pun, terutama para wanita.
Belum kering air mata kehilangan, takdir kembali menguji. Setelah ditinggal kepulangan suami tercinta ke Rahmatullah, hidup beliau seakan runtuh. Sosok pendamping, pelindung, dan penopang keluarga kini telah tiada. Namun ternyata, ujian itu bukanlah akhir. Tak lama berselang, beliau kembali diuji dengan kepergian ibu tercinta tempat berbagi keluh, tempat bersandar, dan sumber kekuatan batin.
Dan ketika beliau masih berusaha berdamai dengan keadaan, Allah kembali memanggil ayah tercinta. Tiga kehilangan besar dalam hidup. Jika bukan hati yang kuat dan iman yang kokoh, mungkin banyak yang telah menyerah. Namun tidak dengan Bunda ini.
Dalam kondisi yang serba terbatas, dengan duka yang bertumpuk, beliau tetap memilih berdiri. Tidak larut dalam ratap, tidak tenggelam dalam putus asa. Yang terlintas di benaknya hanya satu: anak harus tetap melangkah maju.
Beliau rela menghentikan pendidikan pribadinya, bukan karena tak cinta ilmu, tetapi karena cintanya kepada masa depan anak jauh lebih besar. Ia memilih menyingkirkan mimpi-mimpi pribadinya agar anaknya kelak mampu menggenggam mimpi yang lebih tinggi sukses dalam pendidikan, mulia akhlaknya, kuat imannya, dan selamat dunia akhirat.
Hari-harinya dipenuhi kerja keras dan kesabaran. Menjadi ibu sekaligus ayah. Menjadi pendidik, pelindung, sekaligus sahabat. Siang hari bekerja, malam hari berdoa. Dalam setiap sujudnya, selalu terselip harapan agar Allah menjaga dan memudahkan jalan anak yang ia besarkan dengan seluruh jiwa dan raga.
Anak itu tumbuh, melangkah dari satu jenjang pendidikan ke jenjang berikutnya, hingga meraih pendidikan tinggi. Setiap keberhasilan bukanlah kebetulan, melainkan buah dari doa panjang seorang Bunda yang telah kehilangan segalanya kecuali harapan dan iman.
Sungguh, beliau adalah sosok yang sangat kuat. Kekuatan yang tidak ditunjukkan dengan suara keras, tetapi dengan keteguhan hati. Sosok Bunda seperti inilah yang patut dijadikan motivasi, inspirasi, dan teladan. Teladan tentang kesabaran, pengorbanan, dan cinta tanpa batas.
Bunda ini bukan hanya menginspirasi anaknya, tetapi menginspirasi seluruh wanita: bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti, bahwa kehilangan bukan akhir dari perjuangan, dan bahwa seorang ibu yang ikhlas akan selalu ditolong Allah dengan cara-Nya yang indah.
Semoga Allah membalas setiap air mata dengan pahala, setiap pengorbanan dengan kemuliaan, dan setiap doa dengan keberkahan. Dan semoga kisah ini mengetuk hati kita semua untuk lebih menghargai, mencintai, dan mendoakan para ibu selagi mereka masih ada.
Karena surga sering kali lahir dari luka seorang Bunda yang memilih tetap kuat demi masa depan anaknya.
Sebagai penutup, kisah Bunda ini terasa semakin bermakna ketika kita memaknainya dalam momentum Hari Ibu. Hari di mana dunia sejenak berhenti untuk menundukkan kepala, mengingat betapa besar peran seorang perempuan bernama Ibu.
Selamat Hari Bunda.
Hari ini bukan sekadar perayaan, tetapi pengingat bahwa di balik kuatnya seorang anak, ada ibu yang memilih lelah sendirian. Di balik keberhasilan, ada doa Bunda yang tak pernah meminta balasan. Di balik senyum, ada luka yang dipendam demi melihat anaknya bahagia.
Untuk Bunda yang telah kehilangan suami tercinta, ibu tercinta, dan ayah tercinta, namun tetap berdiri tegak demi amanah Allah engkau adalah bukti nyata bahwa cinta seorang ibu tidak pernah kalah oleh keadaan. Engkau adalah madrasah pertama, sekolah kehidupan yang paling tulus, dan teladan sejati bagi seluruh wanita.
Semoga Allah SWT membalas setiap pengorbanan para bunda-bunda dengan pahala tanpa batas, menghapus setiap air mata dengan kebahagiaan, serta menempatkan mereka kelak di surga tertinggi-Nya.
Karena sejatinya, surga itu dekat ia ada di bawah telapak kaki seorang Ibu.




