TANJUNGPINANG | WARTA RAKYAT – Kinerja perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) terus menunjukkan sinyal positif di tengah dinamika global yang masih diliputi ketidakpastian. Meski dunia menghadapi dampak konflik dagang Amerika Serikat–China dan perlambatan ekonomi global, Kepri berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang impresif sebesar 7,14 persen (yoy) pada triwulan II 2025, jauh di atas rata-rata nasional yang mencapai 5,12 persen.
Kantor Wilayah Direktoral Jendral Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kepri dalam rilisnya mencatat bahwa, capaian ini menempatkan Kepri sebagai provinsi dengan pertumbuhan tertinggi di Sumatera dan peringkat ketiga secara nasional.
Pertumbuhan ekonomi Kepri yang kuat turut ditopang oleh akselerasi investasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan wilayah Free Trade Zone (FTZ) yang semakin menarik minat investor.
Namun, di balik geliat ekonomi tersebut, pemerintah daerah tetap perlu mewaspadai isu ketimpangan sosial yang tercermin dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 6,89 persen dan Rasio Gini 0,382, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional.
Dari sisi harga, inflasi Kepri pada September 2025 tercatat stabil di level 2,70 persen (yoy), menandakan pengendalian harga yang efektif dan daya beli masyarakat yang terjaga. Di sektor primer, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat 104,40, sedangkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 101,80, naik 0,24 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sebagai provinsi kepulauan, Kepri perlu mewaspadai faktor eksternal seperti perubahan pola angin dan praktik illegal fishing di wilayah laut perbatasan dengan Singapura, Malaysia, dan Vietnam yang dapat memengaruhi produktivitas nelayan.
Sementara itu, dari sisi pembangunan manusia, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kepri pada 2024 mencapai 79,89, tertinggi di regional Sumatera selama enam tahun berturut-turut. Tingkat kemiskinan yang rendah di angka 4,44 persen, di bawah rata-rata nasional, mencerminkan keberhasilan pembangunan sosial. Namun, pemerataan ekonomi masih perlu diperkuat agar manfaat pertumbuhan dapat dirasakan lebih inklusif.
Kinerja ekspor-impor Kepri juga menunjukkan tren positif. Nilai ekspor Agustus 2025 mencapai US$1,88 miliar, didominasi sektor industri pengolahan, sementara impor sebesar US$1,78 miliar, sehingga Kepri mencatat surplus perdagangan US$98,63 juta. Surplus ini menjadi sinyal kuat bagi stabilitas eksternal dan ketahanan ekonomi daerah.
Kinerja APBN Terjaga, Pajak Jadi Penopang Utama
Hingga 30 September 2025, Pendapatan Negara di wilayah Kepri mencapai Rp9,79 triliun atau 54,25 persen dari target, didominasi oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp7,83 triliun (80 persen dari total pendapatan) dengan pertumbuhan 3,5 persen (yoy). Capaian ini mencerminkan aktivitas ekonomi domestik yang tetap solid, baik dari sisi produksi, konsumsi, maupun transaksi perdagangan.
Di sisi lain, Belanja APBN di Kepri terealisasi sebesar Rp10,18 triliun atau 60,52 persen dari pagu. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat tercatat menurun 27,59 persen (yoy), seiring langkah efisiensi dan fokus pada program prioritas. Belanja Modal mengalami kontraksi tertinggi sebesar 71,12 persen, sementara Belanja Barang menjadi komponen dengan realisasi tertinggi, mencapai Rp1,97 triliun.
Untuk Transfer ke Daerah (TKD), penyaluran hingga akhir September 2025 telah mencapai Rp6,03 triliun (70,37 persen dari pagu). Kontraksi tipis sebesar 1,80 persen (yoy) disebabkan keterlambatan penerbitan petunjuk teknis (juknis) DAK Fisik oleh kementerian teknis serta belum terpenuhinya sebagian syarat salur di pemerintah daerah.
Secara keseluruhan, kombinasi antara penerimaan perpajakan yang tumbuh positif, pengelolaan belanja yang efisien, dan neraca perdagangan yang surplus menunjukkan bahwa APBN terus berperan sebagai instrumen utama stabilisasi ekonomi Kepri, sekaligus menjaga momentum pertumbuhan dan daya tahan ekonomi daerah di tengah gejolak global.*
Sumber : Rilis DJPb Provinsi Kepri






