BINTAN | WARTA RAKYAT – Di bawah langit cerah Desa Sebong Lagoi, tawa dan air mata haru menyatu dalam satu momen bersejarah. Sebanyak 60 lansia, yang akrab disapa Atok dan Nenek, mengenakan toga sederhana dan melangkah penuh percaya diri menuju panggung wisuda. Bukan kampus ternama, bukan auditorium megah—melainkan halaman Kantor Desa yang hari itu berubah menjadi ruang penuh makna.
Mereka bukan lulusan perguruan tinggi, tapi lulusan dari Sekolah Lansia Kasih Ibu, sebuah program pendidikan non-formal yang memberi ruang belajar dan berkegiatan bagi warga lanjut usia. Selama tiga bulan, para lansia ini mengikuti 12 sesi pembelajaran yang mencakup kesehatan, keagamaan, keterampilan hidup, hingga rekreasi. Bukan sekadar belajar, mereka juga bersilaturahmi, tertawa, dan menemukan kembali semangat hidup sesuai dengan tema yang diusung, yakni : Mewujudkan Lansia yang Smart (Sehat, Mandiri, Aktif, Produktif dan Bermartabat).
Bupati Bintan Roby Kurniawan bersama Ketua TP PKK Bintan, Hafizha Rahmadhani, hadir langsung menyaksikan prosesi wisuda. Keduanya tak bisa menyembunyikan kebahagiaan saat melihat semangat para lansia yang begitu antusias mengikuti pendidikan di usia senja.
“Selamat untuk Atok dan Nenek yang hari ini diwisuda. Kami bangga sekaligus bahagia melihat semangat luar biasa dari para lansia. Kegiatan ini bukan hanya positif, tapi juga mempererat hubungan sosial mereka,” ujar Roby dalam sambutannya.

Program Sekolah Lansia ini merupakan bagian dari gerakan “Bintan Bergerak Ramah Lansia”, yang bertujuan menjadikan setiap desa dan kelurahan sebagai ruang inklusif bagi warga lanjut usia. Di tengah keterbatasan fisik dan usia, para peserta membuktikan bahwa belajar tak mengenal batas waktu.
Beberapa lansia bahkan mengaku terharu karena baru kali ini mereka merasakan duduk di “bangku sekolah.” Bagi mereka, ini bukan sekadar program, tapi mimpi yang lama tertunda dan akhirnya terwujud.
Prosesi wisuda ditutup dengan pelukan hangat dari anak dan cucu yang turut hadir. Senyum bahagia terpancar dari wajah para keluarga, menyaksikan orang tua mereka berdiri dengan bangga, mengenakan toga, dan menerima sertifikat kelulusan.
Di tengah suasana haru, satu hal menjadi jelas: usia bukanlah batas untuk belajar, dan kasih sayang adalah bahan bakar utama untuk terus bergerak.






