TANJUNGPINANG | WARTARAKYAT – Dengan terjadinya kenaikan pajak hiburan tertentu yang signifikan ke angka 40-75 persen, pasca penerapan UU nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (HKPD), dianggap terlalu memberatkan para pelaku usaha.
Seperti dikatakan salah satu pelaku usaha hiburan di Tanjungpinang, Vonny, kepada keprinews.co, Senin (1/7), bahwa dari pusat sudah memberikan sinyal keringanan atau pengurangan pajak hiburan yang ditentukan oleh setiap Pemda.
“Kita bukan hanya berpikir untuk peningkatan PAD, tapi bagaimana kita juga mempertimbangkan aspek sosial dan aspek sosiologis pengusaha yang baru bangkit, baru memulai usaha. Tentunya tidak akan mampu membayar pajak yang besar,” ungkapnya.
Lanjutnya, diharapkan Pemko Tanjungpinang bisa memberikan kelonggaran dan keringanan tarif pajak hiburan yang diusulankan sejumlah pelaku usaha Tanjungpinang.
Artinya untuk usulan ini, jangan terlalu dipersulit, dengan memberikan banyak persyaratan. Yang penting usulannya real, masuk akal, pihak Pemko dapat meresponnya dengan baik.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Tanjungpinang, Said Alvie, dalam hal ini, menuturkan, pelaku usaha di Tanjungpinang diperbolehkan mengajukan surat keberatan penguarangan pembayaran pajak hiburan.
Usulan ini dapat diajukan melalui BPPRD Tanjungpinang. Said menyebutkan, pemerintah memberikan lampu hijau usulan keringanan pajak. Namun keputusan akhir menyetujui usulan tersebut, bukan lah kewenangan penuh BPPRD.
Pengusaha hiburan diberikan kesempatan untuk dapat membuat surat permohonan ketidaksanggupan membayar pajak 40 persen. Selanjutnya BPPRD akan meneruskan usulan itu kepada Wali Kota Tanjungpinang untuk memutuskan berapa nilai pengurangan yang akan diberikan.
Diungkapkan Said, untuk mengubah tarif pajak itu tidak bisa. Pasalnya, besaran pajak itu telah ditentukan UU. Sehingga diputuskanlah kepala daerah untuk mengatur insentif fiskal mengakomodir pajak ini.
Sejumlah pelaku usaha telah melayangkan usulan permohonan ketidaksanggupan membayar penuh. Salah satunya pihak Hotel Halim yang menyampaikan keberatan pembayarannya.
Namun perlu digaris bawahi, setiap permohonan pengurangan bayar, bukan berarti wajib dikabulkan sesuai permitaan pelaku usaha. Pihak BPPRD nantinya akan meninjau kembali kondisi usaha pemohon yang akan dikurangi. (jer)