TANJUNGPINANG | WARTA RAKYAT – Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI), resmi melayangkan somasi kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kepri.
Somasi itu dilayangkan menyusul adanya laporan dari sejumlah anggota HIPKI yang mengalami kesulitan dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu Komoditas Pasir Kuarsa di DMPTSP Kepri tersebut.
“Somasinya sudah kami sampaikan setelah beberapa kali diskusi mengalami kebuntuan. Kami mendukung penerapan aturan dilakukan secara tegas dan konsisten. Tapi, jangan menambah aturan yang tidak diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Kami pasti lawan,” tegas Ketua Umum HIPKI, Ady Indra Pawennari dalam keterangan, Senin, (30/10/2023).
Menurut Ady, perselisihannya dengan DMPTSP Kepri berawal dari pengaduan direksi PT. Zamrud Ekuator Resources (ZER) yang mengajukan permohonan peningkatan IUP pasir kuarsa dari tahap eksplorasi ke tahap operasi produksi melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Untuk memastikan semua lampiran persyaratan yang diwajibkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku telah terpenuhi, direksi ZER telah berkonsultasi secara online dengan dinas teknis, yakni Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kepri.
Kemudian, pada tanggal 27 September 2023 lalu, direksi ZER memperoleh informasi dari dinas ESDM Kepri bahwa permohonannya telah dievaluasi dan dinyatakan lengkap dan sudah diteruskan ke DMPTSP Kepri untuk mendapatkan persetujuan IUP Operasi Produksi.
“Dua minggu kemudian, tepatnya 10 Oktober 2023, direksi ZER menyurati DMPTSP Kepri meminta penjelasan terkait hambatan penerbitan persetujuan IUP Operasi Produksi yang diajukannya. Sepertinya, mereka sudah punya firasat ada yang tidak beres,” kata Ady.
Selanjutnya, sambung Ady, pada tanggal 12 Oktober 2023, DMPTSP Kepri membalas surat direksi ZER yang meminta penyampaian Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian persetujuan peningkatan IUP dari tahap eksplorasi ke tahap operasi produksi.
“Jadi, kalau saya baca suratnya, pertimbangan yang digunakan pertimbangan pribadi, karena tidak didasari rujukan aturan perundang-undangan yang jelas. Mereka selalu berkilah sesuai PP Nomor : 5 tahun 2021. Tapi, ketika ditanya pasal berapa yang mengatur persyaratan PPKH untuk pemberian persetujuan IUP Operasi Produksi, mereka tidak bisa menjelaskan,” ujar Ady.
Untuk memenuhi permintaan aneh dari DMPTSP Kepri ini, pada tanggal 19 Oktober 2023, direksi ZER mengajukan permohonan PPKH untuk kegiatan pertambangan operasi produksi kepada Menteri LHK melalui OSS dan loket pelayanan perizinan bidang kehutanan Kementerian LHK di Gedung Manggala Wanabakti.
“Hasilnya apa? Berkas permohonan ZER ditolak dan dikembalikan dengan catatan PPKH dapat diberikan setelah memperoleh IUP Operasi Produksi sesuai pasal 381 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri LHK Nomor : 7 Tahun 2021,” tegas Ady.
Setelah berkas permohonannya ditolak dan dikembalikan oleh Kementerian LHK, direksi ZER langsung menyampaikan informasi tersebut ke DMPTSP Kepri bahwa posisi perusahaannya saat ini tidak memiliki kepastian hukum dan kepastian berusaha karena permohonan persetujuan IUP Operasi Produksi di DMPTSP Kepri ditolak dan permohonan PPKH di Kementerian LHK juga ditolak.
“Kemudian, pada tanggal 23 Oktober 2023, saya dapat informasi DMPTSP Kepri menggelar rapat dengan dinas teknis, seperti dinas ESDM, dinas LHK, Inspektorat dan Biro Hukum untuk mendapatkan solusi atas permasalahan ZER. Kesimpulannya, direksi ZER cukup membuat surat pernyataan yang menyatakan tidak akan melakukan penambangan di Kawasan hutan sebelum memperoleh PPKH,” beber Ady.
Anehnya lagi, tambah Ady, pada tanggal 26 Oktober 2023, direksi ZER diminta membuat surat pernyataan sesuai kesepakatan rapat dinas teknis dan menanggapi surat penolakan DMPTSP Kepri yang meminta penyampaian PPKH dalam pertimbangan pemberian persetujuan IUP Operasi Produksi ZER.
“Setelah semua permintaannya dipenuhi, DMPTSP Kepri kembali berulah dan tidak menerbitkan persetujuan IUP Operasi Produksi ZER. Alasannya, berita acara rapat dinas teknis belum ditandatangani. Ini kan alasan yang dibuat-buat dan tidak ada dasar hukumnya,” jelasnya.
Makanya, kata Ady, HIPKI sebagai wadah komunikasi para pengusaha pasir kuarsa di Indonesia, langsung melayangkan somasi kepada DMPTSP Kepri. Jika dalam waktu 3 x 24 jam DMPTSP Kepri tidak menunjukkan itikad baik, HIPKI pastikan membawanya ke ranah hukum.
Saat ditanya jika somasinya tidak ditanggapi oleh DMPTSP Kepri, ke ranah hukum mana permasalahan ini akan dibawanya, Ady enggan berkomentar terlalu jauh. “Kita lihat saja sampai batas waktu yang kami berikan,” elaknya.
Sementara itu, DPMPTSP Kepri masih belum dapat dikonfirmasi soal somasi tersebut.