TANJUNGPINANG | Warta Rakyat – Perbedaan besaran jumlah alokasi dana publikasi yang dibagikan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Tanjungpinang menuai sejumlah polemik dikalangan pemilik media.
Pasalnya, pembagian anggaran publikasi tersebut terjadi perbedaan antar media, baik Cetak, Televisi, dan Radio dengan online dan bahkan sesama media online.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, alokasi yang didapatkan media cetak mencapai ratusan juta rupiah begitu juga dengan media televisi dan radio serta media online tertentu.
Sementara, ada beberapa media online yang besarannya kerjasama MoU hanya senilai Rp 5 juta.
“Iya bro, saya tidak tahu menahu apa dasar pembagian dana publikasi ini. Media saya hanya dapat dana 5 juta dalam 1 tahun anggaran berjalan ini,” ucap salah seorang pemilik media online yang namanya enggan disebutkan.
Hal yang sama juga dikatakan seorang pengelola media, alokasi tahun ini sangat drastis menurun. Media saya hanya dapat 10 juta rupiah sementara jika dibandingkan tahun lalu itu lebih besar.
“Tahun ini jumlah media semakin sedikit karena diberlakukannya verifikasi justru membuat dana publikasi yang di dapat lebih kecil,” ujarnya, Jumat (8/3/2019).
Tidak diketahui dasar pembagian dana publikasi tersebut.
Alokasi Publikasi Tuaikan Janji Politik
Menurut Edi Susanto, Ketua Himpunan Cerdik Pandai Mudah Melayu, pembagian dana publikasi tidak seharusnya gawai Walikota, melainkan tugas Dinas Kominfo.
Menurutnya, kehadiran Walikota dalam pembagian dana publikasi kepada sejumlah media adalah wujud untuk menuaikan janji di Pilkada.
“Saya melihat ini hanya semata mata wujud janji politik pada Pilkada tahun lalu. Artinya media yang tidak pro ke dia memperoleh dana publikasi yang kecil, sedangkan media yang pro dukung mendukung dirinya mendapat asupan dana yang besar,” ucap Edi Cindai yang merupakan mantan ketua pemenangan Syahrul pada pemilihan Wakil Walikota tahun 2012 lalu, Minggu (10/3/2019).
Seharusnya, kata dia, Walikota harus bijak menyikapi hal seperti ini, “ia harusnya netral dalam menyikapi hal seperti ini. Terlebih saat ini sudah menjadi Walikota,” jelasnya.
Jika terjadi perbedaan itu, Diskominfo harus memberikan alasan sehingga pemilik media lainnya tidak merasa ada diskriminasi, sambungnya.
Ia menilai kehadiran media online saat ini justru membuka peluang kerja dan mengurangi angka pengangguran.
“Ini termasuk ekonomi kreatif, dimana para pegiat sosial media serta penulis dapat memanfaatkan teknologi sehingga terdorong potensi-potensi yang ada,” pungkasnya (red)